JEKTVNEWS.COM - Perhitungan kebutuhan obat batuk, pilek, atau influenza pasca-puncak haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna) perlu dilakukan lebih cermat lagi. Sebab, peningkatan kasus yang cukup tajam membuat distribusi obat dan penggunaannya tidak seimbang.
“Meskipun tahun ini perhitungan sudah didasarkan pada pemakaian tahun 2023,” kata Kepala Pusat Kesehatan Haji Liliek Marhaendro Susilo di KKHI Makkah pada 13 Juli 2024.
Pada kesempatan tersebut, Kapus Haji mengungkapkan, secara umum, pelayanan kesehatan yang dilakukan Klinik Kesehatan Haji Indonesia merupakan satu rangkaian dengan fasilitas kesehatan yang berada di klinik satelit dan klinik sektor di Makkah, serta klinik sektor di Madinah.
Klinik satelit dan klinik sektor memiliki lokasi yang mudah diakses oleh jamaah karena berada di hotel tempat jamaah tinggal. Tenaga kesehatan di klinik satelit merupakan tenaga kesehatan kloter yang terdiri atas satu orang dokter dan dua orang perawat.
Jika dalam satu hotel terdapat lima kloter, tenaga kesehatan yang tersedia adalah lima dokter dan 10 perawat. Tenaga kesehatan ini akan bertugas secara bergantian di klinik satelit. Sementara itu, untuk klinik sektor, terdapat TEMS atau Tim Emergency Sektor yang juga terdiri dari dokter umum, dokter spesialis, dan perawat.
“Namun, kendalanya adalah sarana yang masih perlu ditingkatkan, khususnya ketersediaan oksigen mengingat kasus pneumonia cukup tinggi, serta peralatan lainnya,” ungkap Kapus Liliek.
Lebih lanjut, Kapus Liliek mengatakan, selain oksigen konsentrat, jumlah ambulans juga perlu ditambah. Saat ini, satu sektor hanya memiliki satu ambulans. Penambahan ambulans akan memudahkan rujukan pasien ke rumah sakit Arab Saudi (RSAS) maupun KKHI.
Selain itu, sarana di KKHI perlu diperbarui karena ada beberapa peralatan penunjang yang sudah tidak dapat digunakan lagi.
Kapus Lilik menyatakan, pelayanan di rumah sakit Arab Saudi (RSAS) yang menjadi rujukan juga perlu dievaluasi. Rumah sakit yang sering menolak pasien dengan alasan penuh, penanganan lambat, atau tidak dilakukan tindakan hingga pasien meninggal perlu diidentifikasi dan diinformasikan kepada Pemerintah Arab Saudi.
Hal ini perlu dilakukan karena terdapat ketidaksesuaian antara imbauan Kementerian Kesehatan Arab Saudi untuk merawat pasien di RS Arab Saudi dengan kenyataan pelayanan yang kurang baik di beberapa rumah sakit.
“Nanti akan diidentifikasi rumah sakit mana saja yang sudah bagus dan mana yang sudah mulai kurang bagus. Pemetaan ini supaya ke depan rumah sakit yang dipilih semuanya bagus,” ujar Kapus Liliek.
Saat ini, ada 14 RSAS yang menjadi rujukan untuk KKHI Makkah, yaitu RS Al Noor, RS King Abdullah, RS King Faisal, RS King Abdul Aziz, RS Heera, RS Ajyad, RS Wiladah, RS Saudi German, RS Awwad Al Bishri, RS Saudi National Hospital (Al Ahli) Makkah Medical Center (MMC), RS Al Saedy Hospital, RS Muhammad Saleh Basharahil, dan RS Al Nahda Hospital.
Selain itu, ada enam RSAS rujukan untuk daerah kerja Madinah, yaitu Al Hayat National Hospital, Dr. Hamid Sulaiman Al Ahmadi Hospital, Mouwasat Hospital, King Salman Bin Abdulaziz Hospital, Saudi German Hospital Al Madinah Almonawara, Madina National Hospital, King Fahad Hospital, dan Miqat General Hospital.
Program-program yang ada di KKHI sudah bagus. Misalnya, medical check-up melibatkan dokter spesialis dilakukan di setiap sektor menjelang Armuzna untuk memantau kondisi jemaah haji berisiko tinggi (risti).
Jemaah risti yang sedang masa perawatan atau pengawasan diberikan diberikan pengobatan intensif agar dapat segera pulih dan mengikuti wukuf atau kegiatan puncak haji bersama rombongannya. Ini merupakan upaya mengawal cita-cita calon jemaah haji untuk menunaikan ibadah haji secara paripurna.