Tolak Kedatangan 239 Orang Asing

Senin 20-04-2020,12:09 WIB
Reporter : ful
Editor : Ra

Jakarta – Direktorat Jenderal Imigrasi merilis data terbaru penolakan orang asing yang akan masuk wilayah Indonesia selama masa pandemi Covid-19. Data terhitung mulai 6 Februari-19 April 2020. Penolakan terbanyak dilakukan di TPI Bandara Soekarno Hatta sebanyak 128 orang, TPI Ngurah Rai 89 orang, dan TPI Kualanamu 11 orang. Selain itu di TPI Bandara Juanda sebanyak 6 orang, Pelabuhan Batam 4 orang, dan Pelabuhan Aruk 1 orang

Kepala Bagian Humas dan Umum Arvin Gumilang mengungkapkan, bahwa sebanyak 239 orang asing telah ditolak masuk di Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) baik itu bandara, pelabuhan laut, dan pos lintas batas. Direktorat Jenderal Imigrasi juga memerinci orang yang paling banyak ditolak wilayah Indonesia selama masa pandemi Covid-19. ”Yaitu RRT 89 orang, Malaysia 15 orang, dan Rusia 12 orang,” jelasnya, Minggu (19/4).

Arvin menambahkan, seluruh penumpang, baik WNA maupun WNI wajib mengisi health alert card dan menjalani proses pemeriksaan kesehatan oleh petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP). Selanjutnya penumpang akan masuk ke area pemeriksaan keimigrasian. Dalam Protokol Penanganan COVID-19 di pintu masuk Wilayah Indonesia yang diterbitkan oleh Kantor Staf Presiden.

Arvin Gumilang menjelaskan, juga disebutkan bahwa penumpang wajib mengenakan masker serta mencuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer sebelum masuk terminal kedatangan. ”Petugas Imigrasi berada di lapis kedua setelah KKP di pintu masuk wilayah Indonesia. Jika dari hasil pemeriksaan kesehatan hasilnya tidak baik maka KKP akan merekomendasikan untuk ditolak masuk,” jelasnya.

Pada bagian lain, Guru Besar Statistika Institut Pertanian Bogor (IPB) Khairil Anwar Notodiputro menyatakan hasil survei Departemen Statistika IPB bersama Cyrus Network menyebutkan publik setuju penggunaan tenaga kerja asing (TKA) untuk transfer pengetahuan ke tenaga kerja Indonesia.

”Untuk meningkatkan keterampilan tenaga kerja Indonesia, 78,5 persen responden setuju dapat dilakukan dengan transfer knowledge dari tenaga kerja asing yang memiliki keterampilan khusus,” kata Khairil saat merilis hasil surveinya melalui konferensi video.

Survei ini juga menunjukkan hanya sembilan persen responden yang mengaku ada TKA di perusahaan tempatnya bekerja. ”Dari sembilan persen yang mengaku ada TKA di tempat kerjanya, 88,9 persennya menyebut TKA tersebut merupakan pekerja dengan keahlian khusus,” katanya.

Khairil menjelaskan 55,6 persen responden mengaku pertumbuhan jumlah TKA di perusahaan tempat bekerja cenderung stagnan atau tetap. ”Sebanyak 72,2 persen responden mengaku TKA tersebut benar-benar diperlukan untuk membantu kinerja perusahaan,” katanya.

Ia menyampaikan, survei itu bertajuk Persepsi Pekerja dan Pencari Kerja terhadap RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang diselenggarakan di 10 kota di Indonesia yaitu Medan, Pekanbaru, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Jogjakarta, Surabaya, Banjarmasin, dan Makassar pada 2-7 Maret 2020. Responden berjumlah 400 orang, terdiri atas 200 orang pekerja dan 200 orang pencari kerja.

Survei ini menggunakan teknik purposive sampling yang merupakan bagian dari non probibility sampling. ”Untuk menjamin hasil, metode survei disusun sedemikian rupa sehingga sampel yang terambil merupakan representasi dari populasi,” pungkas Khairil. (fin/ful)

Tags :
Kategori :

Terkait