JAKARTA - Bupati Batubara O. K. Arya Zulkarnaen (OKA) menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pembangunan infrastruktur tahun anggaran 2017. Dia ditetapkan sebagai tersangka bersama empat orang lainnya sehari pasca KPK melakukan OTT di enam lokasi Rabu (13/9). OKA merupakan kepala daerah pemekaran kelima yang harus berurusan dengan lembaga antirasuah.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menuturkan bahwa selaian OKA, Kadis PUPR Kabupaten Batubara Helman Herdady (HH) dan pengusaha Sujendi Tarsono alias Ayen (STR) juga ditetapkan sebagai tersangka lantaran turut diduga menerima suap dari dua tersangka lainnya. Yakni Maringan Situmorang (MAS) dan Syaiful Azhar (SAZ). "Keduanya adalah kontraktor," ungkap dia.
Sesuai ketentuan yang berlaku, lima orang tersebut ditetapkan sebagai tersangka setelah KPK mengumpulkan keterangan dan melakukan pemeriksaan selama 1x24 jam yang diteruskan dengan gelar perkara. "Ditemukan bukti permulaan yang saling berkesesuaian dan disimpulkan adanya tidak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji oleh Bupati Batubara," terang Basaria.
Tidak tanggung, KPK menemukan indikasi suap sebesar Rp 4,4 miliar. Seluruhnya berasal dari tiga proyek pembangunan infrastuktur yang digarap oleh perusahaan milik MAS dan SAZ. "Dari kontraktor MAS diduga pemberian suap Rp 4 miliar," jelas perempuan kelahiran Pematangsiantar itu. Yakni proyek pembangunan Jembatan Sentang dan pembangunan Jembatan Sei Magung.
Sedangkan dari SAZ, dugaan suap yang diterima OKA sebesar RP 400 juta. "Terkait dengan proyek betonisasi jalan di Kecamatan Talawi," ucap Basaria. Disamping menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan suap itu, KPK juga mengamankan tiga saksi. Terdiri atas MNR, KHA, dan AGS. Sampai kemarin malam, seluruhnya masih diperiksa bersama para tersangka di Gedung Merah Putih KPK.
Basaria menuturkan, OTT dimulai dari perintah OKA kepada KHA Selasa (12/9). Dia meminta KHA mengambil uang Rp 250 juta dari STR. Esok harinya, uang tersebut diambil sesuai perintah. "Tim KPK kemudian mengikuti mobil KHA dan mengamankan KHA," ungkapnya. Dari sana, mereka turut mengamankan barang bukti uang sebesar RP 250 juta.
Selanjutnya, KPK mengamankan STR, MAS, SAZ, HH, dan OKA secara terpisah. Dari lokasi pengamanan OKA, KPK turut mengamankan barang bukti Rp 96 juta. "Uang itu diduga sisa dana yang ditransfer STR kepada AGS atas permintaan Bupati (OKA) pada tanggal 12 September 2017 sebesar Rp 100 juta," terang Basaria. Secara keseluruhan barang bukti uang yang diamankan KPK Rp 346 juta.
Seluruh barang bukti tersebut dibawa KPK ke Jakarta bersama delapan orang yang diamankan. "Para pihak yang diamankan tiba di kantor KPK sekitar pukul 01.00 WIB dini hari tadi (kemarin)," jelas perempuan berkacamata itu. Sampai berita ini dibuat, mereka masih diperiksa. Pemeriksaan dilakukan guna mendalami data dan keterangan dari delapan orang tersebut.
Lebih lanjut, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan bahwa STR merupakan pengumpul uang suap dari MAS dan SAZ untuk OKA. Dia berperan sebagai perantara. Uang suap diberikan STR sesuai permintaan OKA. "Fee proyek itu diberikan lewat dua pintu. Kadis HH dan STR," jelas dia. Proses suap sengaja tidak dilakukan secara langsung untuk mengelabui aparat penegak hukum.
Berdasar data dan keterangan yang diperoleh penyidik KPK sampai kemarin malam, mereka juga sudah mendapati rekening bank atas nama STR dengan saldo Rp 1,6 miliar. Diduga kuat, uang tersebut merupakan sisa duit suap sebesar Rp 4,4 miliar dari MAS dan SAZ untuk OKA. Atas tindakan tersebut, tersangka pemberi dan penerima suap dijerat dengan pasal berbeda sesuai peran masing-masing.
Alex mengungkapkan, OKA bersama STR dan HH dijerat pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto pasal 65 KUHP. Sedangkan MAS dan SAZ disangkakan melanggar UU yang sama dengan pasal pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau pasal 13.
Baik Alex maupun Basaria tidak membantah bahwa tiga proyek yang dimanfaatkan untuk praktik suap itu dijalankan melalui mekanisme lelang elektronik. Namun demikian, Alex menegaskan bahwa sebaik apapun sistem dan peralatan yang digunakan tetap ada tangan manusia dibaliknya. Dia mencontohkan MAS yang menyewa beberapa perusahan untuk ikut dan memenangkan lelang.
"Jadi pinjam nama. Ada beberapa PT diatur sedemikian rupa sehingga nanti pemenangnya tetap MAS," jelas Alex. Namun demikian, dia menjelaskan bahwa KPK terus berkoordinasi dengan Kemendagri untuk menekan dan mencegah potensi korupsi atau suap yang melibatkan kepala daerah. KPK juga sudah meminta agar Kemendagri memperkuat pengendalian di internal pemerintah.
Disamping itu, Alex juga menyinggung peran kajari dan kapolres di daerah. Menurut dia, kajari dan kapolri harus turut bertanggung jawab ketika kepala daerah bermasalah. "Apalagi sampai terkena OTT," tegasnya. "Jadi, kalau ada kepala daerah kena OTT KPK ya gantilah kapolres dan kajari," tambah dia. Menurut dia itu perlu dilakukan lantaran OTT KPK membuktikan bahwa kajari dan kapolres tidak mampu mengawasi dan mengawal kepala daerah di tempat mereka bertugas.
Terpisah, Mendagri Tjahjo Kumolo mengaku sudah kehabisan kata-kata menyusul rentetan OTT yang menjerat para kepala daerah. Setiap kali ada OTT, dia selalu menyampaikan kepada kepala daerah lainnya untuk berhenti melakukan penyelewengan. "Setiap OTT, sekali lagi saya selalu sampaikan pesan. Mudah-mudahan yang terakhir tapi ini masih terus. Tapi saya tidak bisa apa-apa," ujarnya kepada wartawan kemarin.