Jokowi Optimis Ekonomi Indonesia Kebal Virus Korona
JAKARTA — Presiden Joko Widodo tidak memungkiri bahwa berbagai peristiwa global seperti perang dagang antara Amerika Serikat dan China, keluarnya Inggris dari Uni Eropa yang dikenal sebagai Brexit, dan munculnya virus korona dapat mengganggu stabilitas perekonomian global dan Indonesia sendiri.
Namun, mantan Gubernur DKI Jakarta ini tetap percaya bahwa target pertumbuhan ekonomi Tanah Air yang dipatok dalam APBN sebesar 5,3 persen masih masuk akal hingga saat ini. Kuncinya hanya satu, kata Jokowi, yaitu investasi.
“Masuk akal (5,3 persen) kalau target investasi yang kita berikan kepada BKPM tercapai Rp900 triliun,” ujarnya di Jakarta, Kamis (20/2).
Saat ini yang dilakukan oleh pemerintah adalah menyederhanakan berbagai regulasi dan birokrasi yang selama ini berbelit-belit agar para investor mau menanamkan modalnya di Indonesia. Investasi sekecil apa pun, kata Jokowi, akan sangat berarti bagi laju pertumbuhan perekonomian kita.
“Investasi itu bisa yang kecil-kecil, bisa yang tengah-tengah maupun yang besar. Yang kecil, misalnya dalam Omnibus Law, perizinan untuk yang kecil-kecil ini dipermudah dan mungkin hanya pendaftaran sehingga mereka bisa akses ke modal keuangan.Yang tengah juga sama. Yang berkaitan dengan perizinan dipermudah, disederhanakan lagi arah ke depan seperti itu,” jelasnya.
Omnibus Law Cipta Kerja: Belum Jadi UU Jangan Dikritik Dulu
Sementara itu. Jokowi juga angkat bicara terkait Omnibus Law Cipta Kerja yang menimbulkan berbagai polemik dan penolakan di berbagai kalangan masyarakat. Menurutnya, ruang diskusi masih terbuka lebar
Masukan dari masyarakat akan sangat ditunggu oleh pemerintah agar UU tersebut adil bagi semua pihak, kata Jokowi.
Menkeu Akui Virus Korona Ancam Ekonomi RI
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengakui bahwa merebaknya virus korona bisa mengancam perekonomian global, terlebih perekonomian Indonesia. Pasalnya, China merupakan salah satu negara dengan perekonomian terbesar di dunia, di mana kontribusinya mencapai 17 persen dari GDP dunia.
Dari sisi pariwisata, China mempunyai 173 juta orang yang berwisata ke seluruh dunia, lanjutnya. “Jadi kalau sekarang mereka drop, tidak boleh ada penerbangan dari RRT ke semua negara di dunia, maka dunia kehilangan 173 juta wisatawan, itu pasti akan berpengaruh cukup signifikan,” jelas Ani.
Indonesia harus mewaspadai hal ini, karena turis dari China merupakan yang paling banyak datang ke Indonesia setelah turis dari Malaysia. Pihaknya juga sudah menghitung apabila pertumbuhan ekonomi China turun satu persen, maka pertumbuhan perekonomian Indonesia akan turun sekitar 0,3 persen-0,6 persen.
“Penurunan pertumbuhan RRT apabila melemah satu persen dari baseline-nya, mereka sekarang itu enam persen, itu pengaruhnya terhadap perekonomian Indonesia akan mengalami penurunan antara 0,3 persen-0,6 persen. Ini cukup signifikan karena baseline kita ada di 5,02 persen, yaitu dari pertumbuhan ekonomi 2019,” paparnya.
Lalu apa yang akan dilakukan oleh pemerintah guna merespons goncangan tersebut? Ani mengatakan bahwa dari sektor fiskal, APBN akan terus merekalibrasi kemampuan pemerintah untuk melakukan stabilisasi, distribusi,dan memperbaiki pemerataan ke berbagai sektor.
Sumber: