INSTRUMEN KEUANGAN SYARIAH DAN POTENSI RESESI EKONOMI GLOBAL
Tahun 2022 tinggal tersisa beberapa hari, banyak spekulatif ekonom terhadap ekonomi global dan Indonesia di tahun 2023 akan datang. Isu resesi mengemuka seiring dengan terus berlajutnya invansi militer Rusia ke Ukraina yang tak kunjung selesai. Mengutip dari pernyataan IMF yang menyatakan 2023 is gonna be dark, sehingga kekhawatiran terhadap ancaman resesi semakin nyata secara global. Menteri keuangan Republik Indonesia pada acara G20 beberapa bulan lalu di bali Kembali mengingatkan tentang ekonomi global yang akan mengahadapi tantangan yang sulit dengan adanya prospek probabilitas terhadap resisi yang tinggi di banyak negara. Pendapat tentang potensi resesi terhadap negara Indonesia datang dari mantan Menteri keuangan dan juga akademisi Universitas Indonesia Chatib Basri yang menyatakan bahwa Indonesia bukan salah satu negara yang masuk dalam jurang resesi, namun Indonesia akan terkena dampak berupa perlambatan pertumbuhan ekonomi.
Jika dilihat dari kondisi ekonomi Indonesia pada bulan November 2022, tercatat bahwa neraca perdangaggan RI menunjukan nilai surplus sebesar USD 5,16 M dan inflasi yang masih dalam tingakatan wajar yaitu sebesar 5,4%. Pada kondisi yang sama, negara Indonesia juga memiliki potensi realisasi pendapatan negara sampai dengan 14 desember yaitu sebesar Rp. 2.479,9T. Lalu bagaimana dengan instrumen keuangan syariah dalam menghadapi potensi resesi pada tahun 2023. Salah satu instrument keuangan syariah yaitu sukuk. Sebagai salah satu instrument keuangan berbasis syariah, sukuk sangat diminati baik oleh pemerintah maupun dari segi korporasi dimana sukuk terbukti mampu menjadi instrument yang teruji handal dalam menghadapi pandemic covid 19 pada tahun 2020 yang lalu. Nilai outstanding dari sukuk korporasi terus menunjukan peningkatan bahkan dari sebelum pandemic covid 19. Adapun gambaran perkembangan sukuk sebagai berikut ;
Nilai outstanding sukuk secara akumulasi terus mengalami peningkatan dari tahuun 2018 hingga November 2022, dengan besaran akumulasi penerbitan pada bulan November 2022 yaitu sebesar Rp. 83.83 Trilliun dengan akumulasi jumlah penerbit yaitu sebanyak 396 penerbit. Sebagai intrumen keuangan, maka sukuk harus dapat menjadi alat kebijakan baik fiscal dan moneter. Sebagai intrumen fiscal sukuk menjadi underlying dalam pembangunan, sehingga tergantungan terhadap hutang menurun, sehingga nilai kebersamaan dan rasa memiliki terhadap asset tercemin dari penerbit dan investor, selanjutnya sebagai instrumen moneter sukuk terbukti dapat meningkatkan jumlah peredaran uang sehingga dapat mengurangi lack of liquidity atau kekosongan demand. Selain sebagai instrument keuangan, sukuk juga terbukti dapat menjadi instrument sosial. Seiring dengan perkembangan sukuk, Inovasi terhadap sukuk terus dilakukan, salah satunya yaitu sukuk wakaf atau cash waqf linked sukuk (CWLS) yang merupakan usaha pemerintah untuk mengembangkan wakaf produktif di Indonesia.
Secara keseluruhan, sukuk terbukti mampu menjadi instrument yang tahan terhadap resisi dalam jangka waktu yang singkat, akan tetapi seiring dengan perkembangan penggunaan sukuk belum terbukti mampu bertahan dalam jangka waktu yang lama. Ini seseuai dengan pendapat ekonomi BI Rifki Ismal yang menyatakan bahwa dalam jangka Panjang sukuk sesungguhnya tidak sepenuhnya mampu menghindari ancaman resesi. Dibutuhkan kebijakan dan komitmen pemerintah untuk tidak menambah hutang pemerintah. Semoga dengan keberadaan dan inovasi sukuk sebagai instrument keuangan syariah di Indonesia saat ini dapat memperkuat ekonomi Indonesia sehingga mampu menjadi pusat ekonomi dan keuangan syariah dunia.
oleh:
Iqra Wiarta - Ahli Syariah Pasar Modal (ASPM) - Dosen Universitas Muhammadiyah Jambi
Nurdin - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Propinsi Jambi - Rektor Universitas Muhammadiyah Jambi
Sumber: