Tanpa UN, Sekolah Bebas Tentukan Kriteria Seleksi PPDB

Tanpa UN, Sekolah Bebas Tentukan Kriteria Seleksi PPDB

 Jika tidak ada ujian nasional (UN), apa yang digunakan untuk masuk ke jenjang pendidikan selanjutnya? Pertanyaan tersebut mengemuka seiring dengan kebijakan Mendikbud Nadiem Makarim yang menghapus UN mulai 2021.

Menurut dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Prof Dr HAMKA Jakarta Elin Driana, sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2021 cukup dilakukan dengan mengoptimalkan sistem zonasi. Sistem tersebut membawa semangat memberi anak akses pendidikan yang setara. Tanpa melihat latar belakang maupun sosial ekonomi.

Sistem itu juga mendekatkan anak dari rumah menuju sekolah. ”Supaya orang tua bisa lebih peduli dengan sekolah anaknya. Hubungan dengan sekolah lebih baik, bisa mengawasi. Harapannya kan seperti itu,” tuturnya kepada Jawa Pos.

Seleksi tanpa menggunakan nilai UN, ujar Elin, cukup adil. Sebab, jika tetap berdasar nilai akademik, hanya anak-anak yang cerdas dan kaya yang akan diuntungkan. Selain itu, berbagai penelitian menemukan adanya keterkaitan antara prestasi akademik dan status sosial ekonomi orang tua. ”Sehingga akhirnya sekolah yang dianggap baik itu didominasi anak-anak dari keluarga yang berada (kaya),” terangnya.

Meski demikian, kualitas sekolah yang tidak merata diakuinya menjadi masalah. Akibatnya, para orang tua berlomba-lomba memasukkan anaknya ke sekolah yang dianggap favorit.

Di bagian lain, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendikbud Totok Suprayitno menyatakan, seleksi PPDB jelas menggunakan zonasi. Karena tidak menggunakan nilai UN, teknis pelaksanaan seleksi sepenuhnya diserahkan kepada sekolah. Kriterianya bergantung pada kebutuhan sekolah. Bisa mensyaratkan portofolio proyek belajar, prestasi akademik, maupun prestasi nonakademik. ”Pintar menari, juara pencak silat dan olahraga bisa. Pintar itu tidak hanya dari ujian,” tuturnya.

Pernyataan senada disampaikan Mendikbud Nadiem Makarim. Dalam seleksi PPDB, sekolah berhak menentukan kualitas keinginannya. Asesmen setiap sekolah boleh berbeda. ”Semua sekolah di dunia pun memiliki seleksi khusus sesuai keinginan dan standar mereka. Misalnya ingin fokus ke olahraga, seni, atau sains, silakan,” jelasnya.

Sumber: