Umur Panjang Nenek Barbeque

Umur Panjang Nenek Barbeque

Oleh: Azrul Ananda

Wednesday, 14 Oct 2020

Kita sedang berada dalam "masa-masa itu." Masa-masa di mana sulit untuk mencari berita baik. Dan bukan hanya urusan pandemi yang tidak asyik. Berita ekonomi tidak asyik. Berita politik tidak pernah asyik. Berita luar negeri banyak tidak asyik. Berita olahraga nasional penuh ketidakpastian. Media, di tengah situasi orang butuh berita indah dan menyejukkan hati, seolah juga terus asyik bicara konflik.

Pemerhati catatan mingguan ini mungkin tahu, di saat seperti ini, biasanya saya suka menulis soal film. Bioskop jadi salah satu alat "escape." Masalahnya, bioskop sedang tidak ada. Film-film bagus ditunda hingga 2021, daripada hadir tanpa kepastian di tahun 2020 ini.

Tidak ada jalan lain, untuk cooling off, saya menyalakan Netflix. Ada banyak dokumenter atau docuseries seru di sana. Apalagi, belakangan saya juga didekati beberapa pihak untuk ikut develop cerita untuk saluran-saluran streaming seperti itu.

Kali ini, cerita "menyejukkan" itu datang dari sebuah seri tentang kuliner. Ha ha ha... Ini lucu juga. Saya bukan orang kuliner. Istri saya paling sebal, karena kalau traveling ke berbagai negara atau kota saya lebih suka kepraktisan fast food, bukan cari tempat tujuan populer.

Tapi saya kadang suka melirik acara kuliner. Dulu, waktu Food Channel belum hilang di TV kabel, saya suka nonton Diners, Drive-Ins and Dives. Tentang presenter Guy Fieri yang keliling kota-kota Amerika, mencari tempat-tempat makan sederhana yang enak dan seru. Yang bisa saya jadikan acuan, karena sebelum pandemi saya memang suka ke sana setahun sekali.

Salah satu yang sempat dibahas adalah sebuah Restoran Padang (ya, restoran Indonesia masakan Padang) di negara bagian Oregon.

Di Netflix juga banyak acara kuliner. Kali ini, acara yang memikat saya adalah Chef's Table: Barbeque. Episode pertamanya tentang seorang nenek berusia 85 tahun di Giddings, sebuah kota kecil di tengah negara bagian Texas. Namanya Tootsie Tomanetz.

Ini benar-benar seorang nenek yang memikat hati. Di usia 85 tahun, tinggal sendirian, masih bekerja keras sebagai penjaga sekolah. Selama total 30 jam, dari Senin sampai Jumat, dia bekerja di SMA Giddings. Membersihkan sekolah, merawat peralatan, bahkan ikut merawat lapangan football dan mempersiapkannya sebelum pertandingan setiap Jumat sore. Tradisi di Amerika, pertandingan-pertandingan sekolah biasanya memang diselenggarakan Jumat malam setelah sekolah, sebelum weekend.

Tapi, sudah bertahun-tahun Tootsie tak pernah ikut nonton pertandingan. Jumat malam dia sudah harus tidur pukul 21.00. Lalu bangun pukul 01.00 Sabtu dini hari. Dia nyetir sendiri, ke kota Lexington tak jauh dari Giddings. Mulai pukul 02.00 dini hari, dia sudah sibuk bekerja menyiapkan dapur, memasak di Snow's BBQ. Sebuah kedai sederhana di sana.

Dia terus menyiapkan makanan sampai pagi itu. Snow's BBQ buka pukul 08.00 pagi setiap Sabtu. Tapi, sejak dini hari pula, orang sudah panjang mengantre. Banyak yang datang dari luar kota, bahkan luar negeri. Banyak yang harus nyetir lebih dari tiga jam dari kota-kota besar di Texas. Hanya untuk makan di situ. Hanya untuk merasakan masakan Tootsie.

Catatan buat pembaca, makan barbeque di Texas adalah tradisi. Seperti di kebanyakan negara bagian di kawasan tengah Amerika, tapi di Texas barbeque lebih penting lagi. Seperti ritual. Ada babi dan ayam, tapi yang paling kondang adalah potongan sapinya (brisket).

Kualitas daging dan cara memasak adalah yang utama. Bukan bumbunya. Seorang koki barbeque seperti Tootsie benar-benar bisa meracik daging hanya dengan garam dan merica. Kemudian punya cara memasak yang khas. Dibakar pakai arang, dengan temperatur dan sentuhan-sentuhan khusus.

Sumber: