Perempuan Indonesia Lebih Rentan Mengalami Overthinking, Apa Sebabnya?

Perempuan Indonesia Lebih Rentan Mengalami Overthinking, Apa Sebabnya?--
JEKTVNEWS.COM - Fenomena overthinking atau berpikir berlebihan semakin menjadi bagian dari keseharian masyarakat modern, termasuk di Indonesia. Sebuah penelitian terbaru dari Health Collaborative Center mengungkapkan bahwa sekitar 50 persen penduduk Indonesia mengalami overthinking dalam kehidupan sehari-hari. Menurut dokter Ray Wagiu Basrowi, dari setengah masyarakat yang mengalami overthinking, mayoritas adalah perempuan. Dalam pemaparan hasil penelitiannya, Ray menjelaskan bahwa hampir 70 persen dari kelompok yang mengalami overthinking adalah perempuan. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor yang saling berkaitan.
BACA JUGA: Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) Meningkat di Awal 2025, Kemenkes Ajak Masyarakat Waspada
"Perempuan lebih rentan mengalami overthinking karena faktor peran ganda yang mereka jalani. Tidak hanya sebagai ibu dan istri, banyak perempuan juga bekerja untuk menopang ekonomi keluarga. Beban tanggung jawab yang lebih besar ini berkontribusi pada tingginya tekanan psikologis," ungkap Ray. Lebih lanjut, penelitian ini juga mengungkap bahwa perempuan berusia di bawah 40 tahun cenderung lebih sering mengalami overthinking dibanding kelompok usia lainnya. Selain itu, faktor pendidikan juga memainkan peran penting. Perempuan dengan tingkat pendidikan lebih rendah memiliki risiko overthinking 1,5 kali lebih besar dibandingkan mereka yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi.
Selain faktor pendidikan, status pekerjaan juga berpengaruh signifikan. Sebanyak 55 persen perempuan yang tidak bekerja atau kehilangan pekerjaan mengalami overthinking lebih sering. Bahkan, ketidakstabilan ekonomi meningkatkan risiko repetitive negative thoughts atau pemikiran negatif berulang hingga hampir dua kali lipat. "Ketika seseorang tidak memiliki pekerjaan, mereka cenderung lebih sering berpikir negatif tentang masa depan, kondisi keuangan, dan tekanan sosial. Ini yang membuat mereka lebih mudah terjebak dalam siklus overthinking," jelas Ray.
BACA JUGA:Program Pemeriksaan Kesehatan Gratis Dimulai Februari 2025, Berikut Cara dan Syaratnya
Selain itu, karakteristik sosial perempuan di Indonesia juga turut memengaruhi kecenderungan overthinking. Perempuan dikenal memiliki sifat komunal yang kuat, sering berbagi cerita dan mencurahkan isi hati kepada orang lain. Namun, dalam banyak kasus, kebiasaan ini justru memperkuat siklus overthinking karena mereka terus-menerus mengulang dan memvalidasi pikiran negatif dalam diskusi dengan orang lain.
"Perlu diingat bahwa overthinking itu menular. Ketika satu individu berbagi pikiran negatifnya kepada kelompoknya, hal itu dapat menyebar dan memengaruhi orang lain di sekitarnya," tambahnya. Meskipun overthinking tidak selalu berujung pada gangguan kesehatan mental yang serius, kondisi ini dapat berdampak pada kualitas hidup seseorang. Oleh karena itu, penting bagi individu, terutama perempuan, untuk mengelola stres dengan baik dan membangun pola pikir yang lebih positif guna menghindari dampak buruk dari overthinking.
Sumber: