Kemendikbud-Kemenag Longgarkan Beban Jam Mengajar Guru
JAKARTA - Keputusan untuk melonggarkan pembukaan sekolah di zona kuning menuai banyak penolakan, terutama dari organisasi guru. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menegaskan bahwa dimulainya pembelajaran tatap muka di sekolah bergantung pada restu orang tua murid.
Sekolah di zona kuning dan hijau, kata Nadiem, tidak bisa memulai pembelajaran tatap muka tanpa persetujuan orang tua. Biasanya, suara orang tua tersebut disampaikan dan diputuskan melalui komite sekolah.
Bahkan, kalau sekolah tetap membuka kegiatan belajar secara tatap muka, orang tua masih bisa tidak mengizinkan anaknya berangkat ke sekolah.
”Kalau memang mereka belum nyaman, itu dibolehkan,” kata Nadiem dalam keterangan resmi kemarin (8/8).
Jika itu terjadi, anak-anak akan melanjutkan pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau secara daring (online). Sekolah tetap wajib memfasilitasi siswa yang tidak ikut pembelajaran tatap muka.
Nadiem mengingatkan, ada prasyarat yang harus dipenuhi saat sekolah ingin membuka aktivitasnya lagi. Termasuk pemberlakuan protokol kesehatan yang sangat ketat. Misalnya, aturan ruang belajar yang hanya diperbolehkan maksimal 50 persen dari kapasitas.
Sementara itu, sekolah yang berada di zona oranye dan merah akan tetap melaksanakan PJJ. Kemendikbud telah menyiapkan kurikulum darurat untuk semua jenjang. Kurikulum tersebut merupakan penyederhanaan kompetensi dasar yang mengacu pada kurikulum 13. Fokusnya pada kompetensi yang esensial dan yang dirasa nyata untuk kelanjutan pembelajaran di tingkat selanjutnya. Dengan begitu, siswa tidak akan terbebani lagi untuk menuntaskan capaian kurikulum.
Untuk mendukung kebijakan itu, Kemendikbud juga merelaksasi kinerja guru. Guru tidak diharuskan memenuhi beban kerja 24 jam tatap muka dalam sepekan. Dengan kebijakan tersebut, guru diharapkan dapat fokus untuk memberikan pelajaran interaktif kepada siswa tanpa perlu mengejar pemenuhan jam. Hal itu tercantum dalam Keputusan Mendikbud 719/P/2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Kurikulum Satuan Pendidikan dalam Kondisi Khusus.
Kendati demikian, guru nanti tetap wajib melakukan asesmen. Guru wajib tahu level anak didiknya dan seberapa jauh ketertinggalan dalam pencapaian pembelajaran. Paket asesmen itu pun telah disiapkan Kemendikbud untuk mempermudah pemetaan. ”Guru bisa melakukan segmentasi sehingga bisa memberikan bantuan khusus,” ungkap mantan bos Gojek tersebut.
Kurikulum itu, lanjut dia, bakal berjalan satu tahun ajaran. Kemendikbud bakal melakukan monitoring dan evaluasi untuk mengetahui adakah poin yang harus disempurnakan.
Secara terpisah, Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan Madrasah Kementerian Agama Ahmad Umar mengatakan, Kemenag satu suara dengan Kemendikbud terkait kebijakan pelonggaran pembelajaran tatap muka di sekolah di tengah pandemi Covid-19. Kemenag mengikuti regulasi yang dibuat Kemendikbud. Umar mengatakan, pada intinya, madrasah maupun sekolah yang akan membuka pembelajaran tatap muka harus mempertimbangkan aspek kehati-hatian. Tidak boleh sembrono. ’’Gunakan kaidah bahwa sembrono itu adalah awal malapetaka,’’ katanya.
Kemudian, ketaatan terhadap protokol kesehatan pencegahan penularan Covid-19 merupakan hal yang penting. Madrasah jangan sampai mengambil kesempatan sesaat tanpa mempertimbangkan masa depan anak didik.
Dia mengatakan, ada empat poin yang harus jadi pertimbangan sebelum membuka kelas tatap muka. Yaitu, memastikan lingkungan, guru, dan siswa sehat. Kemudian, memastikan protokol kesehatan diterapkan dengan benar. ’’Siswa atau guru yang sakit jangan ke sekolah dulu,’’ kata dia.
Kemudian, menurut Umar, untuk membuka pembelajaran tatap muka, harus ada pernyataan kesediaan dari orang tua siswa. Yang terakhir, orang tua siswa diminta meluangkan waktu untuk mengantar anaknya ke sekolah. Sebab, siswa diminta menghindari dulu penggunaan kendaraan umum.
Sumber: