Edukasi Pemanfaatan Pangan Lokal Komunitas Suku Anak Dalam

Edukasi Pemanfaatan Pangan Lokal Komunitas Suku Anak Dalam

Edukasi Pemanfaatan Pangan Lokal Komunitas Suku Anak Dalam -Ist/ Jektvnews -

JAMBI, JEKTVNEWS.COM - Dalam upaya mendukung pengembangan ekonomi berbasis pengetahuan dan kearifan lokal pada komunitas Suku Anak Dalam (SAD), Pundi Sumatra bekerjasama dengan PKK Kecamatan Pelepat mengadakan kegiatan edukasi pemanfaatan pangan lokal sekaligus sebagai kampanye tentang olahan makanan hasil hutan berbahan umbi-umbian, Bungo, Senin (24/6/2024).

Kegiatan yang didukung Kemitraan Partnership ini juga bertujuan untuk mengidentifikasi dan menghidupkan kembali sumber pangan lokal SAD yang kaya gizi namun semakin ditinggalkan oleh maraknya makanan instan.

Sebelum mengenal aneka produk makanan instan, kebutuhan akan sumber karbohidrat dipenuhi dari umbi-umbian yang SAD peroleh dari sekitar hutan.

Beberapa di antaranya adalah bana, gadung dan ubi. Namun, hilangnya hutan berdampak pada semakin sulitnya sumber pangan lokal ini, sementara jenis umbi-umbian tersebut belum ditanam oleh komunitas SAD.

Komunitas semakin menyukai makanan kemasan yang secara instan dapat dikonsumsi, karena mengolah bana atau gadung juga membutuhkan waktu selain tahapan yang cukup rumit, sebelum bahan tersebut aman dikonsumsi. 

Kegiatan kampanye ini tidak hanya akan diikuti oleh komunitas SAD, tetapi juga melibatkan PKK desa, PKK tingkat kecamatan, serta dihadiri PKK Kabupaten Bungo.

Para peserta yang terdiri dari lima kelompok terdiri dari ibu-ibu serta remaja perempuan dari perwakilan kelompok SAD dan perwakilan desa Dwi Karya Bakti, Kampung Pasir Putih, Kecamatan Pelepat, Kabupaten Bungo. 

Setiap peserta kampanye diberikan waktu kurang lebih dua jam untuk mengolah menu pilihan mereka. Sri Bungo salah satu peserta berbagi cerita tentang bahwa menu olahan yang kelompoknya buat.

“Kami menggunakan gadung, mau kami goreng jadi kerupuk. Kalau dulu dibuat jadi seperti bubur,” ujarnya.

Sri Bungo juga bercerita bahwa mengolah gadung sampai bisa dimakan memerlukan waktu yang cukup lama.

Gadung yang telah dikupas harus direndam di darat selama 3 hari, dan dicuci bersih di sungai yang airnya mengalir selama seharian. Setelah proses perendaman dan pencucian tersebut, gadung dijemur selama dua hari.

“Karena lama proses pengolahannya, kami jadi jarang makan gadung, minimal seminggu sekali,” sambungnya. 

BACA JUGA:Rapat Terbuka Senat STIE Jambi

Menu yang dihasilkan rata-rata berbentuk bubur, komunitas SAD rombong Hari dan Badai ini menyebutnya nasi rimba karena bahan-bahan yang mereka ambil berasal dari hutan. 

Sumber: