Virus Korona Mungkin Tak Akan Hilang, Bisa Menjadi Endemis Lain

Virus Korona Mungkin Tak Akan Hilang, Bisa Menjadi Endemis Lain

Jakarta - Virus ini mungkin tidak akan pernah menghilang.” Pernyataan Kepala Kedaruratan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Michael Ryan pada Rabu (13/5) itu merujuk pada SARS-CoV-2. Virus yang menjadi penyebab Covid-19 tersebut mungkin tidak bisa dimusnahkan meski nanti vaksin telah ditemukan.

“Virus ini mungkin bakal menjadi virus endemis lain di masyarakat kita,” ujarnya sebagaimana dikutip Agence France-Presse (AFP). Tidak ada tanggal yang bisa memastikan berakhirnya penularan Covid-19. Persebaran virus mematikan itu mungkin bisa jadi masalah jangka panjang. Sebab, belum ada tanda-tanda adanya obat yang bisa menangkalnya.

WHO mengungkapkan, saat ini ada 7–8 vaksin yang bisa menjadi kandidat utama penanganan Covid-19. Penelitian atas vaksin-vaksin tersebut didorong selesai lebih cepat. Namun, meski nanti vaksin itu sudah selesai dan bisa dipakai, dibutuhkan usaha luar biasa untuk mengontrol virus dengan menggunakan vaksin tersebut. Terlebih, saat ini kasus penularan sudah menyentuh angka 4,4 juta orang. Jumlah korban meninggal secara global akibat Covid-19 sudah hampir 300 ribu orang.

Ryan menyamakan situasi saat ini dengan virus HIV yang menyebar di masyarakat. Virus yang menyerang sistem imunitas tubuh itu juga tidak bisa dilenyapkan. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, orang bisa menerimanya.

Ada masalah lain yang menyertai pandemi Covid-19 ini. Yaitu, kesehatan mental. Direktur Departemen Kesehatan Mental WHO Devora Kestel menjelaskan bahwa isolasi, ketakutan, ketidakpastian, dan kekacauan ekonomi mengakibatkan tekanan psikologis. Tingkat keparahan penyakit mental akan meningkat, termasuk di kalangan anak-anak, remaja, dan para pekerja kesehatan.

’’Kesehatan mental dan kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat telah sangat terdampak oleh krisis ini,’’ katanya sebagaimana dikutip The Guardian. Menurut Kestel, kesehatan mental ini juga menjadi prioritas yang harus segera diselesaikan.

Pandemi memang mengakibatkan sejumlah perusahaan terpaksa gulung tikar. Imbasnya, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) terjadi di mana-mana. Terutama di industri pariwisata dan hospitality. Banyak negara yang perekonomiannya terpuruk. Di AS, jumlah penduduk yang mengklaim tunjangan pengangguran naik hingga 3 juta jiwa.

Virus SARS-CoV-2 masih menjadi misteri bagi para ilmuwan. Sebab, ia terus bermutasi dan memunculkan gejala yang berbeda-beda pada setiap orang. Penelitian baru-baru ini menunjukkan beberapa anak yang tertular Covid-19 mengalami gejala serupa dengan toxic shock syndrome. Itulah kondisi keracunan darah akibat bakteri. Biasanya, si pasien mengalami ruam dan melepuh.

Kondisi tersebut jarang terjadi, tetapi muncul di AS maupun negara-negara Eropa. Lebih dari 100 anak di Inggris yang tertular Covid-19 mengalaminya. Sebagian anak harus dirawat intensif. Sebagian lainnya sembuh dengan cepat. Pada beberapa anak, reaksi itu berbahaya dan mengakibatkan kematian. Salah satunya adalah remaja 14 tahun di London yang akhirnya kehilangan nyawa. Dokter menyebutnya sebagai fenomena baru.

Sementara itu, vaksin Covid-19 kini menjadi incaran banyak pihak. Prancis sempat berang karena perusahaan farmasi Sanofi menyatakan bakal lebih dulu mengedarkan vaksin Covid-19 di pasar AS. Padahal, basis perusahaan itu berada di Paris.

“Bagi kami, itu tidak bisa diterima karena ada akses istimewa pada negara tertentu dengan alasan keuangan,” tegas Wakil Menteri Keuangan Prancis Agnes Pannier-Runacher.

CEO Sanofi Inggris Paul Hudson menegaskan, pihaknya lebih dulu menyuplai AS karena negara yang dipimpin Donald Trump tersebut berani ambil risiko dengan berinvestasi.

Sumber: