JAKARTA – Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika Dedy Permadi menyampaikan, bahwa pemerintah akan mengeluarkan aturan mengenai definisi kerja dari rumah (work from home/WFH) bagi pekerja.
Tujuan dari aturan itu, agar kebijakan tak disalahartikan sebagai bentuk pengurangan upah, apalagi sampai ditafsirkan pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Koordinator PPKM Darurat sudah meminta kepada Menaker, Ida Fauziyah untuk menerbitkan mengenai penafsiran kerja dari rumah atau WFH agar tidak terjadi perbedaan pandangan terhadap WFH, termasuk di dalamnya terkait definisi dirumahkan yang berdampak pada pengurangan upah buruh dan pekerja,” kata Dedy, Kamis (15/7/2021).
Menurut Dedy, ketentuan ini sengaja dikeluarkan karena mempertimbangkan potensi PHK yang besar di tengah PPKM Darurat. Sebab, pada kebijakan PPKM Darurat, pemerintah meminta agar sistem WFH diberlakukan sekitar 50 persen sampai 100 persen.
“Kebijakan ini diambil dengan mempertimbangkan banyaknya pekerja yang terancam PHK dan dirumahkan. Untuk itu, pemerintah menyusun langkah-langkah untuk menghindari PHK karyawan dan di saat bersamaan menyelamatkan perusahaan,” terangnya.
Sebelumnya, Menaker Ida telah meminta perusahaan agar tetap memenuhi hak pekerja selama WFH diterapkan. Salah satunya memenuhi hak upah pekerja. Pemenuhan upah itu berdasarkan kesepakatan di perjanjian kerja antara pekerja dan pengusaha.
Sementara bila perusahaan kesulitan membayar upah, maka harus mengikuti pedoman dalam Surat Edaran Menaker Nomor M/3/HK.04/III/2020 tentang Pelindungan Pekerja/Buruh dan Kelangsungan Usaha dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Covid-1. (der/fin)