JAKARTA — Fraksi Gerindra DPR RI menyoroti rasio utang pemerintah yang semakin meningkat dengan membebani APBN. Selain itu perlu diwaspadai posisi utang luar negeri Indonesia yang dicatat meningkat oleh Bank Indonesia.
Tercatat akhir 2021 sebesar 415, 63 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau setara dengan Rp6056,59 triliun dengan kurs rupiah sebesar 14.572 per dolar AS.
Rasio utang pemerintah diproyeksikan PPKF 2022 akan ada kisaran 43,76 sampai 44,28 persen dari Product Domestic Bruto (PDB) signifikan dengan asumsi rasio hutang tahun 2021 sebesar 41 persen.
Perlu diingat pula bahwa pada akhir tahun 2020 utang pemerintah telah mencapai Rp6074,56 triliun atau 38,68 persen dari PDB, bahkan lebih jauh dari akhir 2014 yang masih ada di kisaran 24 persen dari PDB.
Anggota DPR RI Ade Rizky Pratama menjelaskan, rasio utang PDB Indonesia sering dikemukakan pemerintah sebagai alasan masih amannya utang pemerintah, bahkan beberapa kali disebut yang paling rendah di dunia.
Hal ini memang didukung oleh data IMF fiskal moneter edisi April 2021 IMF menyajikan data rasio pemerintah Indonesia hanya 36,6 persen atas PDB pada tahun 2020, lebih rendah dari pada negara berkembang yang berpendapatan menengah mencapai 64,4 persen.
“Namun perlu diingat, bahwa masalah utang pemerintah, bukan hanya pada posisi rasio utang, melainkan pada bertambahnya beban pembayaran utang yaitu pelunasan pokok utang, pembayaran bunga hutang kemampuan pembayaran beban utang. Ini amat tergantung pada besarnya penerimaan negara,” ucap Ade Rizky saat membacakan Pandangan Fraksi Partai Gerindra terhadap Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM dan PPKF) RAPBN Tahun Anggaran 2022 dalam sidang Paripurna, sebagaimana dilansir dari kanal YouTube resmi DPR, Selasa (25/5/2021).
Anak buah Prabowo Subianto yang juga anggota Komisi IX itu menerangkan, data fiskal moneter April 2021, IMF menyebutkan penerimaan negara-negara berkembang dan pendapatan menengah pada tahun 2020 mencapai 25,21 persen dari PDB, sementara itu rasio penerimaan Pemerintah tahun 2020 dilaporkan hanya 12, 36 persen dari PDB.
Dengan demikian meski lebih baik dalam rasio utang, namun Indonesia masih lebih buruk dalam hal kemampuan membayar beban utang.
Laporan IMF tersebut juga membuat proyeksi penerimaan negara hingga tahun 2026 Indonesia hanya meningkat sedikit dari kondisi tahun 2020 yaitu menjadi 12 persen. Lagi-lagi jauh lebih rendah dari negara berkembang lainnya. (endra/fajar)
Sumber: www.fajar.co.id