Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan mencetak sejarah luar biasa kemarin (15/12). Ganda putra nomor dua dunia itu mematri status sebagai pasangan pertama yang meraih tiga gelar bergengsi dalam satu musim kompetisi. Yakni, All England, kejuaraan dunia, dan turnamen puncak akhir tahun (Finals).
Gelar terakhir, BWF World Tour Finals (WTF) 2019, diraih di Tianhe Gymnasium, Guangzhou, Tiongkok. Di final, mereka mengalahkan pasangan Jepang Hiroyuki Endo/Yuta Watanabe 24-22, 21-19.
Kemenangan tersebut menjadi penawar kecewa badminton lovers tanah air. Sebab, tiga jam sebelumnya, Anthony Sinisuka Ginting gagal menjadi juara setelah kalah oleh pemain nomor satu dunia Kento Momota.
”Alhamdulillah, pastinya sangat bersyukur karena sudah diberi gelar juara yang banyak tahun ini. Amazing lah buat kami. Dapat gelar juara di turnamen ini di luar ekspektasi kami,” tutur Ahsan dalam wawancara di mixed zone Tianhe Gymnasium.
”Pastinya bersyukur dan senang. Tahun ini benar-benar luar biasa buat kami. Ini jadi gelar juara penutup akhir tahun yang luar biasa,” kata Hendra menimpali. ”Tapi, setelah ini, kami harus lebih siap lagi untuk tahun depan. Itulah yang menurut kami lebih penting (faktor Olimpiade Tokyo 2020, Red),” imbuhnya.
The Daddies –sebutan Ahsan/Hendra– memang punya rekor head-to-head mengesankan atas Endo/Watanabe. Tahun ini, dalam lima pertemuan, mereka tidak pernah kalah. Namun, laga kemarin berjalan sangat intens. Endo/Watanabe mampu memberikan perlawanan kuat. Mereka tidak lagi gampang mati oleh aneka penempatan bola The Daddies yang ajaib.
Tekanan Endo/Watanabe, terutama pada game pertama, sangat dirasakan Hendra. Dia beberapa kali membuat kesalahan. Termasuk servis error. Nah, game kedua lebih parah. Pada posisi lapangan yang tidak menguntungkan, mereka selalu tertinggal. Gap paling besar terjadi setelah interval. Endo/Watanabe melesat leading 16-10.
Pelatih Herry Iman Pierngadi sudah siap seandainya laga berlanjut ke game ketiga. Namun, Ahsan/Hendra optimistis game ketiga tidak diperlukan. Ketika mendapat kesempatan servis, mereka mampu mengejar.
Puncaknya adalah saat The Daddies menyalip pada posisi 19-18. Championship point sempat diganggu sekali. Namun, smes Ahsan yang tidak mampu dikembalikan Endo mengakhiri semuanya.
”Di game kedua itu, sebenarnya mereka (Endo/Watanabe, Red) lebih berani ngadu. Tidak terlalu banyak (bermain) buka,” jelas Ahsan. ”Setelah ketinggalan, ya kami pikir ini belum habis. Coba kami cari cara satu-satu. Alhamdulillah bisa. Keajaiban lah buat kita,” ujar pemain 32 tahun tersebut.
Kemenangan kemarin sekaligus menjadi revans yang sangat manis buat The Daddies. Tahun lalu, di ajang yang sama, mereka dihajar Endo/Watanabe 4-21, 18-21 di babak penyisihan grup. Mereka tidak lolos ke semifinal. Namun, itulah kekalahan pertama dan satu-satunya yang dialami The Daddies dari pasangan nomor enam dunia tersebut.
Secara umum, tahun ini memang tahunnya The Daddies. Mereka menemukan momentum di All England. Kekalahan ganda nomor satu dunia Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo di babak pertama memacu mereka mengambil alih tanggung jawab untuk menjadi juara. Eh, ternyata keterusan. Setiap kali Marcus/Kevin kandas di fase awal turnamen, The Daddies selalu maju.
Herry IP sangat mensyukuri hasil yang dicapai The Daddies. ”Turnamen ini hanya berisi delapan pasangan terbaik dunia dan Ahsan/Hendra bisa juara. Tentu gembira,” ungkapnya. ”Saya pikir bakal rubber games. Ternyata mereka menang dengan straight games. Itulah salah satu surprise buat saya. Boleh dibilang seperti kado Natal buat saya,” lanjut pria berjuluk Coach Naga Api tersebut.
THE DADDIES 2019
17 TURNAMEN BWF TOUR