Akhir Era Ketua Umum

Rabu 25-11-2020,10:40 WIB

Wednesday, 25 Nov 2020

Oleh: Azrul Ananda

Kalau Anda semua penggemar olahraga di Indonesia, dan punya harapan atau keinginan olahraga kita benar-benar maju, ayo kita berdiam sejenak. Berdoa bersama sejenak. Semoga setelah 2020 ini, akan ada kesadaran baru dan perubahan fundamental di tanah air.

Bukan, yang harus berubah secara fundamental bukanlah atlet atau pelaku industri olahraganya. Yang harus berubah secara fundamental adalah sikap pucuk pimpinan federasinya, atau sikap pucuk pimpinan organisasi apa pun yang terlibat di dunia olahraga kita.

Sudah waktunya kita mengubur istilah "ketua umum." Kubur dalam-dalam. Sedalam-dalamnya sehingga tidak bisa lagi digali dan muncul lagi ke permukaan. Sudah waktunya semua organisasi olahraga di Indonesia dikelola oleh CEO. Ya, chief executive officer, seperti perusahaan-perusahaan dan organisasi profesional.

Tenang, ini bukan sesuatu yang kontroversial. Kalau ingin maju, ini bukan sesuatu yang kontroversial.

Kalau kita melihat negara-negara maju, yang notabene olahraganya juga maju, tidak ada organisasi olahraga yang dipimpin oleh "ketua umum." Yang ada justru CEO. Federasi olahraga apa pun di Amerika Serikat, pucuk pimpinannya adalah CEO. Inggris dan Australia sama. Tidak ada "ketua umum," yang entah bahasa Inggrisnya apa. Yang ada ya CEO.

Jabatan CEO ini jabatan profesional. Dia bisa ditunjuk oleh anggota federasi, atau ditunjuk lewat perwakilan anggota federasi. Tapi ini jabatan profesional. Bukan jabatan "pejabat."

Ketika dia ditunjuk sebagai CEO, maka dia harus bekerja dan berfungsi seperti CEO perusahaan. Memastikan organisasi sehat secara finansial, dengan cara-cara yang profesional. Memastikan segala tugas dan kewajiban organisasi terselenggara secara profesional.

Kalau CEO bekerja seperti CEO perusahaan, maka dia harus membuat segala keputusan berdasarkan "hidup-mati" organisasi. Dalam hal ini, bergantung pada kesehatan finansial dan sustanaibility organisasi itu. Mungkin ada elemen-elemen politis, tapi yang utama adalah berdasarkan penentuan "hidup-mati" organisasi dan anggota-anggotanya.

Seorang CEO tidak bertugas untuk membuat orang-orang bahagia. Seorang CEO harus berani membuat keputusan yang membuat banyak orang tidak senang, kalau itu demi pertimbangan "hidup-mati" organisasinya. Toh ini jabatan yang profesional. Kalau dia tidak mampu memenuhi tugasnya, atau memenuhi target yang ditetapkan, ya dia bisa diganti.

Bagi seorang CEO, bukan hal penting mengirim ucapan selamat ulang tahun, ucapan belasungkawa. Yang terpenting adalah menyampaikan keputusan-keputusan yang berdasarkan kebutuhan dan kebaikan masa depan organisasi dan anggota-anggotanya.

Seorang CEO tahu kapan harus membuat keputusan-keputusan drastis. Yang mungkin menyakitkan dan membuat orang tidak senang. Misalnya, memutuskan untuk menghentikan sebuah kompetisi di tengah jalan, kalau itu demi kebaikan jangka panjang organisasi dan seluruh anggotanya.

Seorang CEO akan bisa membedakan berbagai varian dari "rugi" dan apa itu "cut loss." Pengusaha pasti tahu, kadang lebih baik menghentikan kerugian sampai titik tertentu, asalkan bisa menata lagi untuk ke depan. Daripada terus menumpuk kerugian dan mengajak seluruh anggotanya untuk ikut rugi sama-sama berkelanjutan.

Seorang CEO akan tahu, bahwa kepastian jadwal, kepastian regulasi, dan berbagai kepastian adalah kunci untuk kemajuan. Dan CEO tahu itu bukan sekadar dalam tahap tataran. Melainkan sampai tahap praktis pelaksanaan.

Tags :
Kategori :

Terkait