Begitu takutnya kita dulu –sebelum ada MEA. Seolah kita akan kiamat. Nyatanya kita masih baik-baik saja –sebelum akhirnya tidak baik karena ada pandemi.
Dengan MEA, ternyata hanya sedikit demam. Tapi dengan ercep, mungkinkah kita akan terbatuk-batuk?
Kuncinya ada dalam kondisi tubuh kita sendiri. Kalau ekonomi kita sehat, kita tidak akan terkena Covid-19, naik, terkena imbas.
Salah satu vitamin sehat itu adalah ekspor. Kita harus bisa ekspor apa pun yang kita punya. Ini mudah diucapkan. Tapi, melaksanakannya lebih sulit dari memperistri Nikita Mirzani.
Saya tidak menyangka di Asia bisa terbentuk blok ekonomi seperti itu. Secepat itu. Bangsa Asia ternyata mampu juga mengendalikan ego masing-masing untuk kemakmuran bersama.
”Ini kemenangan sikap pro-multilateral,” ujar Perdana Menteri Tiongkok Li Keqiang. Tentu ia malu untuk mengatakan ini sebagai kemenangan Tiongkok. Terutama menang atas Amerika Serikat.
Di sana, terutama sejak Trump turun, ekonomi menjadi lebih sempit. Demikian juga Inggris di bawah Boris Johnson. Waktu itu Trump sangat percaya dengan membatalkan perdagangan bebas, ekonomi Amerika akan meroket. Dan itu betul. Hanya karena pandemi merosot kembali.
Kini justru Asia yang memercayai perdagangan bebas. Entah Amerika setelah Trump tidak lagi memerintah.
Bagaimana dengan India? India memang selalu punya masalah dengan Tiongkok. Dulu India sangat pro-Uni Soviet untuk bisa bertengkar dengan Tiongkok. Belakangan India lebih pro-Amerika di tengah perang dagang Amerika-Tiongkok.
Keluarnya India dari ercep terjadi tahun lalu. Saat sengit-sengitnya perang dagang Amerika-Tiongkok. Dari situ bisa dibaca sikap India yang memihak pada Amerika. Amerika ingin menancapkan kembali pengaruhnya di Asia –yang tergerus oleh Tiongkok.
Adalah seorang ekonom India yang pertama-tama melontarkan istilah ”jebakan utang Tiongkok” yang kemudian menjadi isu politik di negara masing-masing.
Jepang sebenarnya juga selalu punya masalah politik dengan Tiongkok. Itu soal masa lalu yang kelam –terutama terkait pembantaian Nanjing.
Tapi, Jepang punya kepentingan ekonomi yang besar dengan Tiongkok. Lewat kesepakatan bersama di ercep itu, tidak perlu lagi ada negosiasi dua negara. Perundingan dua negara sering dibumbui sentimen-sentimen ego. TAPI, dengan kesepakatan multilateral, hambatan ego itu tidak muncul.
Maka, hebat juga bahwa Jepang –yang merupakan konstitusi berada di bawah payung Amerika– perjanjian perjanjian ini. Mungkin karena minggu sebelumnya sudah mulai menjelaskan bahwa Trump kalah.
Mungkin juga kesepakatan itu menjadi lancar karena Covid-19. Semua negara kini lagi menderita. Ekonomi lagi babak belur. Semua negara anggota ercep pun berkomentar: kesepakatan ini bisa mempercepat penyembuhan ekonomi akibat Covid.
Apalagi bagi Tiongkok yang sudah sembuh duluan. (Dahlan Iskan)