Disway: Seumur Hidup

Sabtu 31-10-2020,05:45 WIB

Sabtu 31 October 2020
Oleh : Dahlan Iskan

SEKALI gebrak Kejaksaan Agung sudah mengalahkan siapa saja –dalam menuntut hukuman seumur hidup terdakwa kasus korupsi dan pencucian uang.

KPK misalnya, selama ini menuntut hukuman seumur hidup untuk satu orang: Akil Mochtar, ketua Mahkamah Konstitusi yang menggantikan Mahfud MD.

Waktu itu, 2013, hakim di pengadilan negeri Jakarta, benar-benar menjatuhkan hukuman sesuai dengan tuntutan jaksa KPK. Itu dalam kasus suap untuk Akil yang mencapai Rp 57 miliar.

Sekarang ini, Kejaksaan Agung, sekali hentak langsung menuntut enam orang dengan hukuman seumur hidup. Tuntutan itu begitu mengena sehingga hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pun menjatuhkan hukuman sesuai dengan tuntutan jaksa.


Mereka adalah –Anda sudah tahu­–Mantan Direktur Utama PT Jiwasraya Hendrisman Rahim, Mantan Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo, Mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan, dan Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto. Lalu Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Heru Hidayat. Terakhir Direktur Utama PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro.

Di antara enam orang itu ada yang statusnya "turut melakukan". Yakni Benny Tjokroseputro (Bentjok). Berarti bukan pelaku utama. Tapi tuntutan jaksa sama dengan pelaku utamanya: seumur hidup.

Padahal biasanya hukuman bagi "turut melakukan" lebih ringan dari "yang melakukan".

Maka lembaga seperti MAKI (Masyarakat Anti Korupsi Indonesia) menyatakan sangat puas dengan muara kasus Jiwasraya yang ditangani Kejaksaan Agung ini.

MAKI, menurut koordinatornya, Boyamin Saiman, adalah yang melaporkan kasus ini ke Kejaksaan Agung.

Kelihatannya pasal yang paling telak menghunjam Bentjok adalah yang terkait dengan pencucian uang.

Dari sini jaksa bisa menemukan inti untuk tuduhan dan tuntutannya. Yakni tentang motif di balik sebuah perbuatan. Tentang niat jahat ketika melakukan tindak pidana itu.

Semula sempat saya perkirakan Bentjok akan bisa terhindar dari hukuman –setidaknya hukuman berat– karena bisa berlindung sepenuhnya di balik UU Pasar Modal atau UU Perseroan Terbatas berikut peraturan turunannya.

Rupanya Kejaksaan Agung berhasil menemukan aliran dana hasil "ikut sertanya" itu ke mana saja. Maka MAKI sebaiknya tidak hanya memuji Kejaksaan Agung secara kelembagaan tapi juga memuji tim jaksa yang berhasil menemukan "'roh kejahatan'' itu.

Saya membayangkan tim jaksa yang menangani perkara ini pontang-panting luar biasa. Mereka harus menemukan 'roh kejahatan' itu. Apalagi tenggat waktunya begitu cepat.

Tags :
Kategori :

Terkait

Terpopuler