JEKTV.CO.ID - Rencana vaksinasi Covid-19 mendapat banyak masukan. Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) menuturkan, vaksinasi bukan segala-galanya. Bukan langkah akhir penanggulangan pandemi Covid-19.
Ketua Umum IAKMI Ede Surya Darmawan menyatakan, vaksinasi hanya merupakan satu bagian dari intervensi kesehatan untuk memberikan perlindungan spesifik dari penularan penyakit tertentu. Perlindungan tersebut bisa terjadi pada tingkat individu atau skala komunitas luas.
”IAKMI mendukung pemerintah untuk pengadaan vaksin Covid-19 sebagai salah satu upaya penanganan pandemi,” paparnya kemarin (25/10). Namun, Ede mengingatkan agar vaksin Covid-19 dibuat dengan baik. Vaksin tersebut harus memiliki keamanan sehingga tidak menimbulkan dampak buruk pascaimunisasi. ”Vaksin harus memiliki tingkat kemanjuran, yaitu mampu membentuk antibodi Covid-19 yang dapat memberikan perlindungan untuk waktu yang lama,” katanya.
Penelitian vaksin pun harus dibuka. Misalnya, uji coba vaksin Sinovac kepada 1.620 orang di Bandung. Selain terbuka, riset harus dikurasi peneliti internasional yang bereputasi. Izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pun harus ada.
Namun, yang perlu terus-menerus dilakukan adalah pelaksanaan protokol kesehatan. Perilaku masyarakat yang disiplin mengenakan masker, cuci tangan memakai sabun, dan menjaga jarak interaksi adalah kunci untuk menghindari penularan Covid-19. Menurut Ede, hal itu bisa dilakukan dengan edukasi pencegahan penularan virus dan komunikasi perubahan perilaku masyarakat. Seluruh unsur harus dilibatkan.
”IAKMI berpendapat, faktor paling penting untuk mengendalikan Covid-19 adalah meningkatkan upaya kesehatan masyarakat. Output-nya adalah kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat,” tuturnya. Selain itu, pengawasan dari aparat serta tokoh masyarakat diperlukan. Upaya terakhir adalah penerapan sanksi.
Terkait dengan kehati-hatian dalam vaksinasi, Ketua Satgas Covid Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Prof dr Zubairi Djoerban SpPD(K) sebelumnya mengatakan, ada syarat mutlak yang harus dipenuhi untuk pemilihan vaksin. Di antaranya, efektivitas, imunogenisitas, serta keamanan vaksin yang akan digunakan sudah terbukti. Hal itu dibuktikan dengan hasil yang baik melalui uji klinis fase ketiga yang sudah dipublikasikan.
Pelaksanaan program vaksinasi, menurut dia, memerlukan persiapan yang baik dan komprehensif. Termasuk penyusunan pedoman-pedoman vaksinasi oleh perhimpunan profesi. Selain itu, diperlukan pelatihan petugas vaksin. Terakhir, sosialisasi bagi seluruh masyarakat dan membangun jejaring untuk penanganan efek samping vaksinasi.
Pada bagian lain, Presiden Joko Widodo optimistis bahwa krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19 segera berakhir. Dia mengakui, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2020 terkontraksi hingga menyentuh angka -5,32 persen. Namun, jika dibandingkan dengan negara lain, kontraksi itu masih tergolong landai.
”Dan saya meyakini, insya Allah (Indonesia) mampu segera recovery, mampu melakukan pemulihan,” terangnya Sabtu lalu (24/10). Artinya, pertumbuhan ekonomi akan kembali ke jalur positif. Menurut dia, sejumlah indikator strategis sudah menunjukkan tren perbaikan, khususnya pada kuartal III 2020. Di antaranya, harga bahan pokok seperti beras masih stabil. ”Jumlah penumpang angkutan udara, pesawat, di bulan Agustus naik 36 persen dari bulan sebelumnya,” lanjut presiden. Neraca perdagangan September lalu surplus USD 2,44 miliar dan purchasing managers index (PMI) kembali masuk tahap ekspansi. Selain itu, terjadi peningkatan konsumsi.
Indikator-indikator itu menunjukkan bahwa peluang mengembangkan usaha semakin terbuka. Dengan begitu, pertumbuhan ekonomi bisa terus membaik dan penciptaan lapangan kerja semakin terbuka. Harapannya, begitu pandemi diatasi, ekonomi bisa tancap gas karena sudah ada fondasi yang kuat saat masih pandemi.
Sementara itu, kasus harian Covid-19 menunjukkan perkembangan yang signifikan. Berdasar data Satgas Penanganan Covid-19 kemarin (25/10), untuk kali pertama persentase kasus sembuh mencapai 80 persen atau tepatnya 80,5 persen dari total kasus terkonfirmasi. Sementara itu, sisa persentase tersebut ditempati angka kasus aktif 16,1 persen serta kasus meninggal 3,4 persen.
Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito menjelaskan, penurunan kasus aktif terlihat signifikan jika dibandingkan dengan masa awal pandemi. Dia menyebutkan, pada Maret, rata-rata kasus aktif berada di angka 91,26 persen. ”Angka ini sangat tinggi. Kemudian, ini terus mengalami penurunan,” katanya. Penurunan grafik terlihat lagi pada April menjadi 81,57 persen. Pada Mei menurun lagi menjadi 71,35 persen; Juni 57,25 persen; Juli 44,02 persen; Agustus 28,26 persen; September 23,74 persen; dan per 22 Oktober menjadi 16,8 persen. Menurut Wiku, hal itu merupakan perkembangan yang sangat baik. ”Harapannya dapat terus menurun dan ditekan hingga tidak ada kasus aktif sama sekali,” katanya.