Selasa 20 October 2020
Oleh : Dahlan Iskan
PESAWAT peluncur senjata ini modern sekali. Termodern yang dimiliki Tiongkok. Kecepatannya 10 kali kecepatan suara. Tipe yang paling lambat pun 6 kali kecepatan suara.
Dua minggu lalu semua peluncur itu sudah terpasang di pantai timur Tiongkok. Yakni di pantai yang menghadap ke Taiwan. Tiongkok seperti siap siaga: siapa tahu terjadi "Kejutan Oktober." Yakni serangan mendadak yang dilakukan Amerika –dengan motif mendongkrak perolehan suara Donald Trump.
Ternyata yang ditunggu tidak kunjung tiba. ''Kejutan Oktober'' itu ternyata lebih banyak terjadi di dalam negeri Amerika sendiri. Misalnya, seperti yang sudah Anda tahu: Trump terkena Covid-19 bersama istri dan 12 orang dekatnya. Kejutan lain: ada lalat hitam hinggap selama 2 menit di kepala putih Wapres Mike Pence.
Adegan berikutnya cenderung memelas: Trump lebih banyak curhat mengenai suasana batinnya sendiri. "Sekarang ini saya lebih tertekan. Masak saya akan kalah dari calon presiden terburuk dalam sejarah pencapresan di Amerika," ujarnya, kurang lebih.
Maksudnya: sebegitu burukkah dirinya sehingga harus kalah. Sebelum itu, di North Carolina, ia mengatakan "Kalau sampai saya kalah saya tidak akan bisa bicara-bicara lagi dengan kalian. Kalian tidak akan bisa melihat saya lagi."
Curhat itu masih berlanjut ketika Trump berkampanye di Florida tiga hari lalu. "Bayangkan kalau saya sampai kalah. Mungkin saya akan meninggalkan Amerika," ujarnya.
Segala macam taktik sudah dilakukan Trump: menggebrak, mengancam, mencemooh, dan kini mengiba.
Tapi tetap saja tidak menolong keadaan. Hasil semua jajak pendapat mengatakan kali ini Joe Biden akan bisa menang mudah.
Tragisnya: kemungkinan besar DPR dan Senat pun akan jatuh ke Demokrat. Kemenangan Trump empat tahun lalu ternyata telah membawa bencana bagi partai Republik. Itu kalau benar-benar tidak ada ''Kejutan Oktober'' yang serius. Kan masih ada waktu 10 hari lagi.
Pernyataan Trump –"mungkin akan meninggalkan Amerika"– itu justru dianggap menimbulkan sinisme yang luas. Spekulasi pun dikembangkan: ke negara mana Trump akan tetirah. Teman saya di Amerika langsung bertanya kepada saya: apakah Indonesia mau menampungnya. Tentu dengan nama guyon.
Tapi rasanya Trump tidak senaif itu. Ia seorang petarung yang punya filsafat "membalas satu pukulan dengan 100 pukulan yang lebih berat".
Itulah pula yang dikhawatirkan John Brennan, mantan Ketua Dinas Intelijen Amerika Serikat, CIA.
Brennan minggu ini akan meluncurkan sebuah buku. Sekarang pun sudah gempar: borok Trump akan diungkap lebih banyak di buku itu.