JAKARTA – Gelombang MJO (Madden Julian Oscillation) semakin mempertinggi tingkat intensitas hujan di fase awal La Nina. Ancaman bahaya banjir, longsor, dan angin kencang semakin besar.
“Aktivitas La Nina dan MJO pada saat yang bersamaan ini dapat berkontribusi signifikan terhadap pembentukan awan hujan di wilayah Indonesia,” katanya dalam keterangannya, Minggu (18/10).
Dijelaskannya, MJO adalah penjalaran gelombang atmosfer ekuator dari barat ke timur. Hasil analisis kondisi dinamika atmosfer terkini menunjukkan adanya aktivitas MJO di atas wilayah Indonesia, yang merupakan klaster awan berpotensi hujan.
“Hasil analisis BMKG, diperkirakan pada periode sepekan ke depan terjadi peningkatan curah hujan dengan intensitas lebat yang dapat disertai kilat/petir dan angin kencang,” ungkapnya.
Dijelaskan secara detail, pada periode 18-24 Oktober 2020 dampak MJO berpotensi terjadi di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, dan Jambi. Tak terkecuali, Bengkulu, Sumatera Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, Lampung, Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat.
“Kondisi yang sama juga berpotensi terjadi di Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, Papua Barat, dan Papua,” urainya.
Sebelumnya, BMKG juga menginformasikan bahwa saat ini tengah terjadi fenomena La Nina di Samudera Pasifik dengan intensitas sedang (moderate). Indikator tersebut terdeteksi dari atmosfer menunjukkan suhu permukaan laut mendingin minus 0,5 hingga minus 2,5 derajat Celcius selama tujuh dasarian terakhir (70 hari), diikuti oleh dominasi aliran zonal angin timuran yang merepresentasikan penguatan angin pasat.
Bagi Indonesia, La Nina yang terjadi pada periode awal musim hujan ini berpotensi meningkatkan jumlah curah hujan di sebagian besar wilayah.
Selain pengaruh sirkulasi angin monsun dan anomali iklim di Samudera Pasifik, penguatan curah hujan di Indonesia juga turut dipengaruhi penjalaran gelombang atmosfer ekuator dari barat ke timur berupa gelombang MJO dan Kelvin, atau dari timur ke barat berupa gelombang Rossby.
Sementara itu, berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sepanjang 2020 (Januari hingga 17 Oktober) sebanyak 2.276 bencana alam terjadi di seluruh wilayah Indonesia.
“Mayoritas bencana tersebut merupakan bencana hidrometeorologi atau bencana yang terjadi sebagai dampak dari fenomena meteorologi/alam,” cuit BNPB di akun resmi Twitter-nya, Sabtu.
Bencana banjir menjadi yang mendominasi yakni sebanyak 827 kejadian, disusul puting beliung 637 kejadian, dan longsor 416 kejadian.
“Dari ribuan bencana yang tercatat, menyebabkan 4,5 juta orang terdampak dan harus mengungsi, 307 jiwa meninggal dunia, 25 orang hilang, serta 469 orang mengalami luka-luka,” lanjut BNPB.
Selain itu, menyebabkan 35.176 rumah rusak dengan skala ringan hingga berat dan sedikitnya 1.481 fasilitas umum juga terdampak. Kemudian bencana kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) tercatat terjadi sebanyak 321 kejadian, lima kali erupsi gunung api.(gw/fin)