Berarti akhir tahun ini pun UU itu bisa dijalankan –lengkap dengan aturan pelaksanaannya.
Begitu cepat.
Sekali lagi, tinggal satu masalah ini: sudah siapkah kapal besar kita melakukan manuver sesuai dengan kehendak nakhoda?
Kalau itu berhasil kita masih harus sukses melakukan siraman kedua. Agar bara itu padam. Siraman kedua ini adalah: pertumbuhan ekonomi. Ini menyangkut eksternal. Yang tidak mudah dikendalikan.
Kalau kita tidak berhasil membuat pertumbuhan ekonomi tinggi maka kelelahan membuat UU ini tidak terbayarkan.
Maka sebenarnya kita ingin tahu: dengan senjata baru UU Cipta Kerja ini berapa persenkah pertumbuhan ekonomi yang bisa dihasilkan? Yakni yang bisa menciptakan kerja seperti dimaksudkan di judul UU itu?
Ternyata, UU inikah yang diandalkan ketika pemerintah merencanakan pertumbuhan ekonomi tahun 2021 sebesar 4 sampai 5 persen?
Angka pertumbuhan itu disampaikan di dalam pidato presiden di DPR 16 Agustus lalu. Waktu itu saya terkejut –dan agak meragukan. Terutama karena beratnya pandemi ini. Kok begitu beraninya merencanakan pertumbuhan yang begitu tinggi.
Waktu itu saya tidak menghitung bahwa UU Cipta Kerja ini bisa dikebut secara SSW –set-set wuet.
Namun biar pun sudah ada UU SSW mungkinkah angka 5 persen itu tercapai?
Pun setelah ada UU SSW, saya masih sulit menebak dari mana investasi sebesar 3 persen dari PDB itu bisa didapat. Padahal tanpa investasi yang besarnya 3 persen dari PDB itu target pertumbuhan tersebut sulit dicapai.
Maka satu-satunya sumber yang saya lihat hanya ini: Tiongkok. Negara itulah yang secara nyata punya dana lebih. Apalagi kalau Tiongkok akan terus mengurangi tabungannya di Amerika. Untuk dialihkan ke negara lain.
Tentu Arab Saudi juga punya uang. Berlimpah. Tapi di mana logika ekonominya? Agar petrodolar itu bisa mengalir ke Indonesia?
Saya tidak menemukan jalurnya yang logis. Saudi akan tetap lebih tertarik untuk menanamkan uangnya di Amerika –bodyguard-nya itu. Indonesia bisa dianggap tidak penting di mata Saudi –meski pun kita menganggap Saudi itu penting.
Rencana investasi Saudi di kilang pun dengan mudahnya batal!
Lalu di mana logikanya Tiongkok mau menanamkan investasinya di Indonesia?