Dua Perempuan Tanggapi Larangan Mengenakan Cadar

Senin 02-12-2019,15:07 WIB
Reporter : ka
Editor : admin

Menteri Agama Republik Indonesia Fachrul Razi bulan lalu melontarkan dua wacana larangan bagi Muslim yang bekerja di instansi pemerintah atau aparat sipil negara (ASN). Pertama, bagi Muslimah, larangan memakai niqab atau cadar. Kedua, bagi Muslim, larangan memakai celana panjang yang berakhir di atas mata kaki alias cingkrang.

Fachrul beralasan, cadar adalah budaya orang Arab, bukan budaya Indonesia. Ia menyatakan, wacana larangan itu ia sampaikan dengan mempertimbangkan alasan keamanan, merujuk masalah radikalisme.

Seorang salesman menunjukkan cadar, niqab, di sebuah toko yang menjual berbagai jenis penutup yang dikenakan oleh wanita Muslim di Kolombo, Sri Lanka, 29 April 2019. (Foto: Reuters / Denmark Siddiqui)

Dua muslimah Indonesia di Washington DC area menyatakan tidak bisa menerima larangan itu.

IItu terlalu menyentuh ranah privasi,” cetus Anissya, ibu empat anak yang mengenakan cadar setelah tinggal di Amerika empat tahun ini; dan Emma Liana, ibu dua anak, yang bercadar sejak masih di Indonesia dan berlanjut sampai di Amerika.

Sangat memprihatinkan," kata Anissya.

Polemik Cadar dan Celana Cingkrang di Kantor Pemerintah

Baik Anisya maupun Emma tidak pernah menjadi aparat sipil atau pegawai negeri. Tetapi keduanya pernah bekerja ketika masih di Jakarta bagi Anisya, di Palembang bagi Emma. Mereka menyayangkan, walaupun masih wacana, di lapangan ada pihak-pihak yang menganggapnya sudah menjadi peraturan.

Peraturan itu harus ditinjau ulang," kata Emma.

Lagi pula, masih kata Emma, Islam itu tidak mengajarkan kekerasan. Yang buruk-buruk pun tidak diajarkan.

Kalau alasan radikal, keamanan, itu tidak masuk akal! Pada dasarnya semua agama tidak ada yang mengajarkan keburukan," tegas Anissya.

Kalau yang dikhawatirkan adalah keamanan, dan kaitannya dengan identitas, Anissya mengatakan, ia dan umumnya orang-orang bercadar yang ia kenal, sangat kooperatif dan terbuka.

Puluhan siswa TK Persit Kartika Chandra Probolinggo mengikuti pawai dengan mengenakan jilbab dan cadar hitam, sambil membawa replika senjata, Sabtu, 18 Agustus 2018. (Courtesy Photo: istimewa).

Ia mencontohkan, setiap kali di bandara, ia meluangkan waktu lebih lama untuk pemeriksaan. Ia bersedia masuk ruang khusus dan membuka cadar supaya petugas bisa mencocokkan wajahnya dengan foto yang ada pada paspor atau kartu identitas.

Namun jika itu terjadi di institusi pemerintah dan orang itu adalah pegawai, maka Anissya menilai tidak ada masalah.

Tags :
Kategori :

Terkait