JAKARTA- Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Netty Prasetiyani Aher meminta Pemerintah untuk jujur menunjukkan naskah asli UU Omnibus Law atau Cipta Kerja.
Pasalnya, semenjak disahkannya UU yang dijuluki sapu jagat itu hingga saat ini belum diketahui hasil naskah finalnya oleh publik.
“Tolong tunjukkan dengan jujur mana naskah final Undang-Undang Ciptaker hasil pembahasan Panja dan Timus Baleg DPR RI?,” kata Netty saat dihubungi Pojoksatu.id di Jakarta, Sabtu (10/10/2020).
“Jangan lakukan pembiaran atas tafsir yang beredar di masyarakat dengan menyebut hal tersebut sebagai hoax,” lanjutnya.
Kendati begitu, Pemerintah menyebutkan bahwa masyarakat termakan informasi hoax. Namun, tidak ada klarifikasi dengan bukti naskah asli.
Menurut Netty, unjuk rasa meluas karena pemerintah kurang terbuka dan transparan terkait isi undang-undang Ciptaker secara utuh dan menyeluruh.
“Bagaimana mungkin bisa terjadi sebuah undang-undang disahkansementara anggota panja-nya saja saja mengaku belum menerima naskah otentiknya?,” jelasnya.
Menurut anggota Komisi IX DPR itu, sejak awal diluncurkan pasal-pasal terkait ketenagakerjaan, investasi dan klaster lainnya dalam UU Ciptaker sudah menuai kontroversi.
“Belum lagi duduk semua persoalan, proses pembahasannya malah disegerakan, dipaksakan, bahkan dibahas secara maraton saat pandemi Covid-19 sampai menabrak persidangan pada masa reses,” ungkapnya.
Ketergesaan tersebut, kata Netty, membuat akses dan partisipasi masyarakat terbatas dalam memberi masukan dan koreksi atas RUU yang menyinkronkan 79 UU dan terdiri dari 1203 pasal itu.
Selain itu, selama masa pembahasan, F-PKS menilai bahwa proses penyusunan dan pembahasan Daftar Inventarisir Masalah (DIM) tidak dilaksanakan secara runtut dengan waktu cukup.
Sehingga, sambung Dapil Jawa Barat itu, berpotensi mengabaikan aspek kecermatan dan kualitas legislasinya.
Oleh karena itu, tambah anak buah Sohibul Iman itu, redakan situasi dengan sikap jujur, terbuka dan transparan.
“Sekali lagi, tunjukkan dong mana naskah otentik dan final hasil pembahasan Panja dan Timus UU Ciptaker ini,” tuturnya.
Baru setelah itu, publik dan pemerintah bisa sama-sama duduk menilai mana yang hoax dan mana yang benar.
“Jangan lakukan pembiaran yang membuat banyak jatuh korban akibat politik komunikasi test the water, jika bergejolak, tarik draft-nya, jika aman, biarkan berlaku,” pungkas Netty.(Muf/pojoksatu)