Semoga Masih Waras

Rabu 30-09-2020,08:49 WIB

Wednesday, 30 September 2020

Oleh: Azrul Ananda

Ayah saya pernah puluhan tahun berkecimpung di arena sepak bola. Salah satu kutipannya yang paling kondang bunyinya begini: "Kalau Anda sudah keluar dari sepak bola, tandanya Anda sudah waras."

Saya tahu, ia agak terkejut ketika saya mengambil keputusan terjun di sepak bola, pada awal 2017 lalu. Sebelum itu, ia selalu bilang, "Kamu mau bikin olahraga apa saja terserah, pokoknya bukan sepak bola. Cukup Abah saja."

Tapi, di sisi lain, saya tahu dia sangat senang saya ikut terjun mengelola klub sepak bola legendaris di Surabaya ini. Karena ketika saya mengabarinya tentang keputusan itu, ia menjawab singkat tapi jelas: "Abah senang."

Saya tahu dia percaya saya. Walau saya tahu dia juga siap kalau saya ternyata membuat kesalahan besar. Itulah ia, selalu percaya kepada yang muda, memberi ruang sebesar-besarnya untuk membuat kesalahan. Asal jangan diulang-ulang!

Ketika mengakhiri 2017 dengan gelar juara, mengembalikan klub ini ke liga tertinggi, Abah ada di tribun menonton di Bandung. Ia tidak bilang banyak ke saya. Ia hanya mengirim pesan lewat WA. Bunyinya: "Sepak bola di Indonesia ini hal paling sulit untuk dikelola. Tapi ternyata Ulik bisa."

Sudah. Begitu saja. "Ulik" adalah penggilan saya di keluarga.

Tidak terasa, sudah hampir empat tahun saya basah di sepak bola. Saya tetap optimistis. Saya tetap yakin. Masa depan sepak bola --dan olahraga lain di Indonesia-- sangatlah cerah. Ini negara terlalu besar, penduduknya terlalu banyak, untuk gagal. Dalam hal apa pun. Kalau tidak bisa berhasil, berarti yang salah ya dirinya sendiri.

Syarat sukses sebuah industri kan sangat gampang. Syarat nomor satu adalah: Penduduknya banyak. Itu market-nya. Itu customer-nya.

Masak penduduk begitu banyak lebih mengkonsumsi produk asing. Lebih mengkonsumsi produk olahraga asing. Lebih menonton panggung olahraga asing? Kalau iya, sekali lagi, ya salah olahraga itu sendiri.

Australia saja, yang penduduknya tidak banyak (hanya se-Jabodetabek), punya olahraga sendiri merajai negara sendiri. Sekitar 80 persen perputaran uang olahraga di Negeri Kanguru adalah untuk A-League, Aussie Rules Football. Bukan sepak bola, bukan rugby. Sepak bola gaya Aussie sendiri.

Secara jangka panjang, saya masih optimistis.

Jangka pendek dan menengah, saya mulai galau. Ternyata konsisten itu susah. Ternyata berpikir jangka panjang itu tidak mudah. Maunya gampang cepat.

Mungkin niatnya baik, tapi saya punya feelingniatan baik itu bisa berdampak buruk untuk jangka pendek. Lebih parah lagi, niatan baik bisa menjadi preseden buruk untuk jangka panjang. Karena niatan baik tidak dibarengi dengan pemikiran yang komplet dan mendetail. Kata pengusaha: Seperti tanpa manajemen.

Tags :
Kategori :

Terkait