Senin 28 September 2020
Oleh : Dahlan Iskan
SETIDAKNYA kita masih bisa menyalah-nyalahkan komunis setahun sekali –setiap akhir September. Untung, komunisme di Indonesia memperlihatkan tabiat yang buruk di masa lalu. Yang bisa kita hujat kapan kita memerlukannya.
Sayangnya, komunis yang berkuasa di Tiongkok agak berbeda: ia jenis komunis yang bisa mengentas kemiskinan massal dan membawa kemakmuran massal. Pun dalam waktu yang relatif singkat.
Masih ada untungnya: Uni Soviet yang dikuasai komunis bubar. Eropa Timur yang dikuasai komunis sudah insyaf.
Kita bisa punya contoh bahwa komunis memang layak kita buang.
Untungnya lagi komunis Korea Utara membawa negara itu miskin papa. Juga Kuba. Demikian juga Laos –sampai-sampai ibu kota negara Laos itu hanya mirip kota Tenggarong, ibu kota Kabupaten Kutai Kartanegara.
Dengan contoh-contoh itu kita masih bisa menjelek-jelekkan komunis di negara lain.
Sayangnya, Vietnam dan Kamboja kelihatan sekali sedang menggeliat. Besar sekali tanda-tanda dua negara itu akan maju.
Kita yang anti-komunis jadi seperti akan kehilangan bahan untuk menjelekkan komunisme di Asia Tenggara. Apalagi kalau kita yang anti-komunis ternyata gagal mengentas kemiskinan.
Kalau kita yang anti-komunis ini gagal membuat kemakmuran, kita tambah sulit untuk bisa memojokkan komunis.
Saya belum pernah ke Kuba. Saya tidak bisa melihat apakah kemiskinan di Kuba sekarang ini akan menjadi kemiskinan permanen.
Tapi saya pernah ke Korea Utara. Seminggu saya di sana. Awal tahun lalu. Saya mengamati perkembangan Korut dari dalam. Saya merasakan getaran yang kuat di sana: seperti tidak sabar ingin segera maju. Hanya saja Korut terhambat sanksi internasional yang diprakarsai Amerika.
Kalau Vietnam, Kamboja, dan Korea Utara pada akhirnya bisa maju seperti Tiongkok, maka jangan-jangan opini dunia akan berubah: komunisme itu lambang kemakmuran dan kemajuan dunia.
Gabungan daratan Tiongkok-Korut-Vietnam-Kamboja akan menjadi wilayah komunis yang luas di Asia Timur sampai Indochina.