“Alasan kurikulum disederhanakan karena siswa didik mengalami kesulitan belajar tanpa bimbingan guru secara fisik. Sekarang kita memberi opsi kurikulum yang sederhana sebagai pilihan bagi sekolah,” kata Totok.
Menurut Totok, kebijakan khusus berlaku bagi satuan pendidikan untuk menentukan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran peserta didik.
“Ada tiga pilihan bagi sekolah untuk melaksanakan pembelajaran, yakni tetap mengacu pada kurikulum nasional, menggunakan kurikulum darurat, atau melakukan penyederhanaan kurikulum secara mandiri,” terangnya.
Totok menjelaskan, bahwa kurikulum darurat dari Kemendikbud merupakan penyederhanaan dari kurikulum nasional. Ada pengurangan kompetensi dasar untuk setiap mata pelajaran sehingga guru dan siswa dapat berfokus pada kompetensi esensial dan kompetensi prasyarat untuk pembelajaran selanjutnya.
“Untuk mengurangi risiko hilangnya pengalaman belajar, Kemendikbud juga meluncurkan modul untuk SD dan PAUD,” ujarnya.
Hasil survei Kemendikbud menemukan anak usia sekolah dasar dan PAUD kesulitan belajar sendiri saat membaca dari buku teks. Sebab itu, Kemendikbud membuat materi ajar dalam bentuk modul yang lebih mudah oleh siswa, guru, dan orang tua.
Misalnya, modul belajar PAUD dijalankan dengan prinsip “Bermain adalah Belajar”. Proses pembelajaran terjadi saat anak bermain dan melakukan kegiatan sehari-hari.
“Contoh memasak, anak dapat belajar dari kegiatan itu. Setiap rumah tangga asumsinya ada kegiatan memasak. Atau aktivitas berkebun, itu semua bisa jadi pembelajaran,” ujar Totok.
Sedangkan modul belajar SD mencakup rencana pembelajaran yang mudah dilakukan secara mandiri oleh orang tua maupun wali. Namun, penerbitan modul yang lebih sederhana tidak boleh dianggap sebagai penyeragaman.
“Setiap sekolah dan PAUD boleh mengembangkan sendiri dengan berbaga aktivitas keseharian,” pungkasnya. (der/fin)