Staf Khusus Wakil Presiden Lukmanul Hakim menyatakan untuk meningkatkan produksi dan ketahanan pangan di tengah pandemi COVID-19 diperlukan kolaborasi multisektor, yang melibatkan pemerintah, petani, dunia usaha, lembaga keuangan, perguruan tinggi, dan partisipasi masyarakat.
“Dengan kerja sama, sinergi, dan gotong royong semua sektor, produksi pangan akan meningkat signifikan untuk memenuhi kebutuhan nasional dan ekspor,” ujarnya.
Menurut Stafsus Wapres yang membidangi sektor ekonomi dan keuangan itu, ada empat pilar ketahanan pangan yang harus menjadi perhatian semua pemangku kepentingan yaitu ketersediaan pangan, akses pangan, pemanfaatan pangan, dan stabilitas pangan.
Terkait upaya ketahanan pangan, Manager Humas PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri) Palembang Soerjo Hartono menegaskan pihaknya tak mengurangi produksi pupuk bersubsidi meski dalam kondisi pandemi COVID-19.
Dikatakannya pada 2020 pihaknya menjalankan tugas Public Service Obligation (PSO) untuk menyalurkan pupuk urea dan NPK bersubsidi di 10 provinsi.
Wilayah tanggung jawab penyaluran pupuk urea subsidi meliputi Provinsi Sumatera Selatan, Lampung, Bangka Belitung, Bengkulu, Jawa Tengah (kecuali Kabupaten Brebes, Tegal, Kota Tegal dan Pemalang), Yogyakarta, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan.
Sedangkan wilayah penyaluran pupuk NPK bersubsidi meliputi Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Jambi (Kabupaten Muaro Jambi, Tanjung Jabung Barat, Tanjung Jabung Timur dan Kota Jambi).
“Demi menjalankan tugas tersebut maka operasional pabrik Pusri harus berjalan 24 jam penuh, sehingga tidak mungkin bagi kami melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) baik untuk tenaga kerja organik dan tenaga kerja non organik, walau ini lazim terjadi di tengah pandemi,” katanya.
Dikatakannya, PT Pusri didukung oleh 1.970 tenaga kerja organik dan 1.653 tenaga kerja non-organik.
“Sejauh ini Pusri sudah menyalurkan pupuk urea bersubsidi sebanyak 518.647,75 ton dan pupuk NPK 56.655,15 ton ke petani yang tersebar di 10 provinsi hingga 11 Mei 2020,” ungkapnya.
Di sisi lain, Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta mengatakan pandemi COVID-19 harus bisa dijadikan momentum memperbaik ketahanan pangan.
“Kenormalan baru di sistem pangan Indonesia tidak boleh hanya sekadar kembali ke status quo dengan tambahan protokol kesehatan COVID-19. Sekarang adalah momentum untuk memperbaiki kerentanan yang ada, membangun sistem pangan yang tangguh dan tahan atas kejutan, dan memperkuat ketahanan pangan Indonesia yang berkelanjutan,” katanya.(gw/fin)