
JEKTVNEWS.COM - Dalam langkah yang cukup mengejutkan, TNI Angkatan Darat (AD) mengumumkan rencana ambisius untuk merekrut sebanyak 24 ribu prajurit baru pada tahun 2025. Rekrutmen besar-besaran ini bukan hanya soal menambah kekuatan militer, tapi erat kaitannya dengan pembentukan satuan baru bernama Batalyon Teritorial Pembangunan. Formasi ini dirancang untuk tersebar di seluruh 514 kabupaten/kota di Indonesia dan memiliki kompi-kompi yang difokuskan ke bidang pertanian, peternakan, medis, hingga teknik sipil alias zeni.
BACA JUGA:Laptop Korupsi Era Nadiem! Polemik Chromebook, Rekomendasi Jaksa, dan Misteri Pembelokan Teknis
Langkah ini tak pelak mengundang gelombang kritik dari berbagai pihak, terutama Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, yang menyebutnya sebagai bentuk penyimpangan serius dari tugas utama TNI. Di tengah sorotan tajam terhadap supremasi sipil dan netralitas militer dalam demokrasi, langkah TNI ini dinilai tidak hanya menyalahi undang-undang, tetapi juga membingungkan publik.
Kepala Dinas Penerangan TNI AD, Brigjen Wahyu Yudhayana, menjelaskan bahwa rencana ini merupakan bagian dari strategi pertahanan negara berbasis kewilayahan, seperti tertuang dalam Doktrin Pertahanan Negara 2023. Ia menekankan bahwa TNI AD tak lagi hanya berfokus pada kekuatan tempur, melainkan juga ingin berkontribusi aktif dalam pembangunan nasional yang inklusif dan merata.
"Setiap batalyon akan berdiri di lahan seluas 30 hektare dan dilengkapi dengan kompi-kompi fungsional. Ini bukan hanya tentang kekuatan militer, tapi juga tentang hadirnya negara di tengah masyarakat,” jelas Wahyu.
BACA JUGA:Permohonan Maaf di Padang Arafah, Menag Nasaruddin Klarifikasi & Harapan Jamaah Haji 2025
Menariknya, Wahyu mengungkap bahwa antusiasme generasi muda untuk menjadi prajurit sangat tinggi. Dalam proses pendaftaran Calon Tamtama TNI AD tahun 2025, tercatat 107.365 pendaftar, dengan 38.835 orang telah tervalidasi. Angka itu, menurut Wahyu, menjadi bukti bahwa minat menjadi bagian dari TNI AD tidak pernah surut dan bahkan terus meningkat.
Batalyon Teritorial Pembangunan dirancang tidak seperti satuan militer konvensional. Tiap batalyon akan memiliki Kompi Pertanian, Kompi Peternakan, Kompi Medis, dan Kompi Zeni. Tujuannya, kata Wahyu, agar prajurit bisa bersinergi langsung dengan masyarakat, bukan hanya untuk menjaga keamanan, tapi juga membantu pembangunan daerah.
Di atas kertas, rencana ini terlihat indah—terutama jika melihat ke wilayah-wilayah tertinggal yang memang kekurangan tenaga pembangunan. Tapi dalam praktik dan konstitusi, timbul pertanyaan besar: Apakah TNI adalah alat pembangunan atau alat pertahanan?
Sejumlah organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi untuk Reformasi Sektor Keamanan melontarkan kritik tajam. Menurut mereka, kebijakan ini justru mengaburkan batas antara ranah sipil dan militer, dan berpotensi melanggar UUD 1945 serta UU TNI Nomor 34 Tahun 2004.
BACA JUGA:IHSG Berpotensi Melaju ke 7.345! Ini Sinyal Kuat dan Rekomendasi Saham dari Para Analis
“TNI itu dididik untuk bertempur, bukan mengurus pertanian, peternakan, atau kesehatan masyarakat. Ini bukan sekadar perluasan peran, tapi sudah keluar dari jati diri TNI sebagai alat pertahanan negara,” tegas pernyataan Koalisi.
Koalisi yang terdiri dari lembaga-lembaga seperti Imparsial, YLBHI, KontraS, Amnesty International Indonesia, hingga WALHI itu juga menyebut bahwa tantangan pertahanan Indonesia kini jauh lebih kompleks. Alih-alih memperkuat kemampuan perang dan teknologi militer, TNI justru diarahkan ke tugas-tugas sipil.
"Ini bentuk kegagalan dalam menjaga batas demarkasi yang tegas antara urusan sipil dan militer. Perekrutan ini akan membuat TNI kehilangan fokus menghadapi ancaman nyata di bidang pertahanan," tambah pernyataan tersebut.
BACA JUGA:Ledakan Pinjol di Kalangan Anak Muda: Rp75 Triliun Menggantung di Langit Utang Digital!