
JEKTVNEWS.COM- Suasana di Stadion Gelora Bung Karno mulai menebal. Ribuan suporter garuda merah putih bersorak, menebar harapan tinggi. Tapi berita mengejutkan datang dari negeri sakura, dua bek andalan Jepang memutuskan mundur dari skuad. Laga melawan Indonesia seakan berubah dari duel biasa menjadi panggung yang penuh dinamika.
Dalam hitungan detik sebelum laga, rumor berkembang jika dua bek Jepang yang sebelumnya menjadi andalan Samurai Biru mengundurkan diri dari skuad. Meski tidak banyak yang tahu nama kedua pemain tersebut, absennya mereka jelas menjadi perhatian besar. Dari lini belakang kokoh yang dibangun pelatih Hajime Moriyasu, ada celah defensif yang tiba-tiba terbuka. Itu yang jadi bahan bakar headline di media-media olahraga.
BACA JUGA:68 Tahun Menanti Timnas Indonesia Akhirnya Tundukkan China di Jakarta
Sebanyak 16 kali Indonesia berhadapan dengan Jepang. Hasilnya? 9 kali kalah, 2 imbang, 5 menang. Ada sejarah manis di masa lalu tim Merah-Putih pernah menang telak 7-0 di Piala Merdeka 1968. Tapi dominasi Jepang tetap nyata: pemain naturalisasi seperti Minamino, Doan, Kubo, Mitoma berkarier di kompetisi top Eropa. Catatan seperti 0–4 di Jakarta pada November 2024 jadi bukti soliditas mereka.
Namun sekarang situasinya tak lagi sama. Di tangan Shin Tae-yong, ada sembilan pemain keturunan, sebagian besar dengan jam terbang Eropa seperti Jay Idzes, Calvin Verdonk, Mees Hilgers. Bahkan Ritsu Doan mengakui: “Jangan remehkan Indonesia” dan mencatat perubahan signifikan skuad Merah-Putih. Pelatih Jepang menatap laga ini lebih waspada, karena performa Indonesia makin kompetitif.
Dalam duel November 2024, Indonesia tampil menggigit dengan strategi pertahanan rapat dan serangan balik cepat. Percobaan menyerang langsung melalui bola mati dan crossing sukses menimbulkan beberapa ancaman meski sayangnya belum terkonversi jadi gol. Shorthand-nya: rencananya sederhana tapi efektif, cukup untuk meruntuhkan mental lawan.
BACA JUGA:Emil Audero! Dari Mataram ke Mistis Gawang Garuda, Penyelamatan Fenomenal yang Menggema Dunia
Kini, dua bek inti Jepang mundur. Lini belakang mereka, yang biasanya sangat disiplin, mendadak rapuh. Kondisi ini merupakan peluang emas bagi Indonesia untuk menerobos, tak hanya lewat serangan balik, melainkan juga melalui dibukanya celah di pertahanan. Bisa jadi, skuad Samura Biru akan mencoba susunan baru tapi aspek chemistry tim dan perpaduan barisan barunya layak dipertanyakan.
Dengan Shin Tae-yong di pucuk strategi, aspek pertahanan compact tetap jadi pilar. Tambah lagi jika bantuan suporter yang memecah suasana SUGBK, tekanan mental yang mereka bangun di awal bisa jadi kunci penting. Indonesia punya catatan solid mengimbangi beberapa lawan kuat di babak kualifikasi—hasil imbang mereka lawan Arab Saudi (1-1), Australia (0-0) dan Bahrain (2-2) jadi bukti.
Jepang datang ke Asia Tengah tahun lalu dengan performa impresif: 5-0 Bahrain, 2-0 Arab Saudi, dan menang telak di laga tandang. Mereka belum tersentuh kekalahan di babak kualifikasi, mencetak 15 gol dan cuma sekali kebobolan.Tapi rapuhnya pertahanan baru ini bisa mengancam momentum mereka.
BACA JUGA:Ranking FIFA Timnas Indonesia Naik-Turun di Jalur Menuju 100 Besar Dunia
Dengan absennya dua bek Jepang, Indonesia punya peluang tak terbatas menekan sejak awal, memanfaatkan lepasan bola mati, atau menerobos di sela-sela bek barisan baru. Suporter GBK tentu siap memberi energi. Apakah Jepang bisa mengatasi ketidakseimbangan ini? Atau justru, mereka semakin tertekan di kandang lawan?
Jika Indonesia sukses menahan atau bahkan mempecundangi Jepang, itu bukan sekadar kemenangan di papan klasemen, tetapi saksi evolusi sepak bola nasional. Keberhasilan seperti ini bisa jadi pijakan besar sebelum laga-laga berikutnya menghadapi Australia, China, dan Bahrain di Grup C.
Laga ini bukan semata-mata duel 11 lawan 11, tapi juga duel strategi, adaptasi, dan keberanian untuk mengambil peluang. Jepang—dengan skuad elit Eropa dan mental juara—melawan Indonesia yang haus kemenangan, bertaji dengan perubahan dan dukungan massa. Dengan dua bek inti Jepang keluar skuad, laga ini disebut sebagai panggung kritis: siapakah yang akan menempa sejarah di malam GBK?