
JEKTVNEWS.COM - Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah akhirnya memberikan pernyataan resmi terkait penyelidikan kasus dugaan korupsi dalam Program Digitalisasi Pendidikan yang terjadi pada periode 2019 hingga 2022. Program ini merupakan bagian dari inisiatif Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang saat itu dipimpin oleh Menteri Nadiem Makarim. Dugaan korupsi ini tengah diusut secara intensif oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung), khususnya pada aspek pengadaan perangkat laptop jenis Chromebook.
Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Fajar Riza Ul Haq, menyatakan bahwa pihak kementerian menghormati proses hukum yang sedang berjalan. "Kami menghormati proses yang sedang dilakukan oleh Kejaksaan Agung," ujarnya kepada awak media pada Rabu (28/5). Fajar menegaskan bahwa program pengadaan laptop yang kini dipersoalkan tersebut sudah selesai pelaksanaannya pada masa Menteri sebelumnya, yakni saat Nadiem Makarim masih menjabat.
Lebih lanjut, Fajar menjelaskan bahwa fokus Kementerian Pendidikan saat ini telah bergeser ke program-program lain yang dianggap lebih relevan dengan kebutuhan pendidikan dasar dan menengah masa kini. "Itu sudah berhenti di era Menteri yang sebelumnya. Sekarang kita sudah fokus dengan bidang-bidang yang lain," ucap Fajar menutup keterangannya.
Di sisi lain, Kejaksaan Agung melalui Kepala Pusat Penerangan Hukum, Harli Siregar, mengungkapkan adanya indikasi kuat praktik korupsi dalam pengadaan laptop berbasis sistem operasi Chrome atau Chromebook. Pengadaan tersebut merupakan bagian dari Program Digitalisasi Pendidikan yang diklaim bertujuan meningkatkan kualitas pembelajaran berbasis teknologi di sekolah-sekolah.
BACA JUGA:DPR Siap Bahas RUU Transportasi Online, Komisi V Undang Pengemudi Ojol untuk Dengar Aspirasi
Namun, menurut Harli, penyelidikan sementara menemukan adanya dugaan pemufakatan jahat di balik proses pengadaan tersebut. Salah satu bentuknya adalah arahan tertentu yang diduga diberikan kepada tim teknis untuk menyusun kajian yang mengarahkan pada kebutuhan akan laptop Chromebook, padahal kenyataan di lapangan menunjukkan hasil yang berbeda.
Harli mengungkapkan bahwa pada tahun 2019 telah dilakukan uji coba penggunaan 1.000 unit Chromebook di sejumlah sekolah. Hasil dari uji coba tersebut menunjukkan bahwa perangkat berbasis internet ini ternyata tidak efektif digunakan sebagai alat bantu pembelajaran, terutama di wilayah-wilayah dengan konektivitas internet yang belum merata. "Kenapa tidak efektif, karena kita tahu bahwa dia berbasis internet, sementara di Indonesia internetnya itu belum semua sama," jelas Harli.
Meski demikian, lanjut Harli, pengadaan Chromebook tetap dipaksakan seolah-olah perangkat itu adalah solusi ideal untuk pendidikan digital. Hal ini menimbulkan dugaan adanya rekayasa kebutuhan demi memuluskan proyek pengadaan bernilai besar.
BACA JUGA:Rupiah Menguat Tipis Jadi Rp16.409 per Dolar AS, Diuntungkan Sentimen Negatif Ekonomi AS
Berdasarkan data dari Kejagung, total anggaran pengadaan laptop Chromebook tersebut mencapai angka fantastis, yaitu Rp9,9 triliun. Rinciannya, sebesar Rp3,58 triliun bersumber dari dana di satuan pendidikan, sedangkan sisanya sebesar Rp6,399 triliun berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK).
Meskipun penyidikan masih berjalan, Kejagung menegaskan bahwa pihaknya belum bisa memastikan secara pasti nilai kerugian negara yang timbul dari proyek ini. "Kami masih menghitung berapa besar kerugian negara yang diakibatkan dari pengadaan laptop tersebut," kata Harli.
Kasus ini menjadi sorotan karena menunjukkan lemahnya perencanaan dan evaluasi dalam pelaksanaan program digitalisasi pendidikan. Terlebih, proyek dengan nilai triliunan rupiah ini dibiayai dari dana negara yang seharusnya dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
BACA JUGA:25 Ribu Driver Ojol Gelar Aksi Nasional di Jakarta, Layanan Dihentikan Seharian Penuh
Publik kini menantikan langkah lanjut dari Kejaksaan Agung, termasuk penetapan pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam dugaan korupsi ini. Jika terbukti terjadi pelanggaran hukum, maka kasus ini akan menjadi salah satu skandal besar di sektor pendidikan nasional dalam beberapa tahun terakhir.