JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, nilai tukar mata uang Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tetap terkendali sesuai dengan fundamentalnya. Perry menjelaskan, pergerakan Rupiah secara point to point pada triwulan II 2020 mengalami apresiasi 14,42 persen.
Itu dikarenakan aliran masuk modal asing yang cukup besar pada Mei dan Juni 2020, meskipun secara rerata mencatat depresiasi 4,53 persen akibat level yang masih lemah pada April 2020. Perry memaparkan, pada awal Juli 2020, Rupiah dan mata uang regional sedikit tertekan seiring ketidakpastian global, termasuk akibat kembali meningkatnya risiko geopolitik AS-Tiongkok.
“Hingga 15 Juli 2020, Rupiah terdepresiasi 2,28 persen baik secara point to point maupun secara rerata dibandingkan dengan level Juni 2020,” tuturnya.
Meskipun demikian, dibandingkan dengan level akhir 2019, Rupiah terdepresiasi 4,83 persen (ytd). BI memperkirakan, ke depan Rupiah masih berpotensi menguat, seiring levelnya yang secara fundamental masih undervalued.
Penguatan tersebut didorong inflasi yang rendah dan terkendali, defisit transaksi berjalan yang rendah, imbal hasil aset keuangan domestik yang kompetitif, dan premi risiko Indonesia yang mulai menurun. “Untuk mendukung efektivitas kebijakan nilai tukar, Bank Indonesia terus menjaga ketersediaan likuiditas baik di pasar uang maupun pasar valas dan memastikan bekerjanya mekanisme pasar,” pungkasnya.