Petugas Pilkada Maksimal 50 Tahun

Jumat 10-07-2020,06:45 WIB
Reporter : rh
Editor : Ra

JAKARTA – Pilkada Serentak akan dihelat pada 9 Desember 2020. Sejumlah daerah tercatat masih berstatus zona merah. KPU menetapkan batasan usia bagi penyelenggara ad hoc atau petugas Pilkada 2020. Minimal 20 tahun dan maksimal 50 tahun.

Petugas Pilkada 2020 adalah mereka yang menjadi Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP) dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Ketentuan tersebut diatur dalam Peraturan KPU ( PKPU) Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pilkada dalam Kondisi Bencana Nonalam COVID-19. Peraturan itu diterbitkan 7 Juli 2020.

“Aturan ini dibuat melalui koordinasi dengan Kementerian Kesehatan dan Gugus Tugas. Rincian pembatasan usia diharapkan dapat menjaga keselamatan seluruh penyelenggara,” ujar Komisioner KPU RI, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, di Jakarta, Kamis (9/7).

Batas usia maksimal PPDP dimuat dalam Pasal 19 angka 2 PKPU Nomor 6 Tahun 2020. Bunyinya: “Syarat usia untuk menjadi PPDP pada Pemilihan Serentak Lanjutan paling rendah 20 (dua puluh) tahun dan paling tinggi 50 (lima puluh) tahun”. Sementara batas usia maksimal KPPS diatur di Pasal 20 angka 2 yang berbunyi: “Syarat usia untuk menjadi KPPS pada Pemilihan Serentak Lanjutan paling rendah 20 (dua puluh) tahun dan paling tinggi 50 (lima puluh) tahun”.

Seperti diketahui, Pilkada Serentak 2020 digelar di 270 wilayah di Indonesia. Yakni meliputi sembilan provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota. Awalnya, hari pemungutan suara akan dilaksanakan pada 23 September 2020. Namun, akibat wabah COVID-19, hari pencoblosan diundur pada 9 Desember 2020.

Sementara itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian meminta para calon kepala daerah beradu gagasan tentang penanganan COVID-19. “Penanganan COVID-19 dapat menjadi materi sosialisasi para figur yang akan ikut kompetisi pada pilkada. Silakan calon atau kontestan yang berniat ikut kompetisi pilkada adu gagasan. Ini tentu sangat menarik. Karena warga di masing-masing daerah juga ingin tahu bagaimana calon menangani virus Corona,” kata Tito, Kamis (9/7).

Meski begitu, pemanfaatan penanganan COVID-19 sebagai sarana sosialisasi calon maupun tim sukses diharapkan memperhatikan norma-norma politik dan hukum. “Karena bisa saja ada calon atau tim sukses para calon yang kreatif memproduksi masker atau cairan antiseptik untuk sarana sosialisasi,” imbuh mantan Kapolri ini.

Menurutnya, kreativitas penanganan COVID-19 sebagai bahan sosialisasi bagi kontestan akan berdampak multifungsi. Yakni pencapaian tujuan politik, capaian sisi ekonomi dan bermanfaat untuk kemanusiaan. Jika penanganan COVID-19 menjadi materi para pihak yang terlibat dalam pilkada, hal ini dapat membantu mempercepat pengendalian COVID-19.

Terpisah, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) menegaskan aparatur sipil negara (ASN) harus netral dalam Pilkada Serentak 2020. “ASN yang menjadi pimpinan tinggi di pemerintahan daerah, termasuk paling rentan dipolitisasi. Sehingga berpotensi terjadi ketidaknetralan dalam kontestasi pilkada,” kata Bamsoet di Jakarta, Kamis (9/7).

Mantan Ketua DPR RI itu mendorong pemerintah melakukan langkah pencegahan terjadinya politisasi ASN demi kepentingan pilkada. “Pemerintah daerah dan dinas-dinas di daerah harus memiliki merit system yang matang guna mencegah terjadinya pelanggaran netralitas ASN,” papar politisi Partai Golkar tersebut.

Tags :
Kategori :

Terkait