JAKARTA – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tengah meninjau terkait laporan ratusan ilmuwan yang menyatakan, bahwa virus corona (Covid-19) dapat menyebar melalui partikel kecil di udara.
Atas temuan itu, para ilmuwan lantas mengirim surat terbuka dan mendesak WHO agar melakukan revisi rekomedasi. Dalam surat terbuka yang diterbitkan dalam jurnal Clinical Infectious Diseases tersebut menguraikan, bukti penularan virus Corona melalui partikel udara dan dapat menginfeksi orang yang menghirupnya.
Partikel-partikel kecil itu dapat bertahan lama di udara, sehingga para ilmuwan mendesak WHO untuk memperbarui panduannya. Namun, dalam laporan itu tidak dijelaskan frekuensi penyebaran virus corona melalui jalur udara atau aerosol dengan penyebaran melalui droplet.
Sementara WHO Sebelumnya menyatakan, bahwa virus Corona menyebar melalui droplet yang dikeluarkan dari hidung atau mulut orang yang terinfeksi.
“Kami mengetahui artikel itu dan sedang meninjau isinya dengan para pakar teknis kami,” kata juru bicara WHO, Tarik Jasarevic.
WHO mengatakan, bisa saja mengubah rekomendasi panduan kesehatan terkait risiko penularan bila ada perkembangan. Namun sejauh ini, panduan jaga jarak yang berlaku setidaknya 1 meter.
Pedoman WHO bagi petugas kesehatan, tertanggal 29 Juni, mengungkap, SARS-CoV-2 umumnya ditularkan melalui percikan pernapasan dan permukaan.
Disebutkan pula, transmisi melalui udara dimungkinkan dalam beberapa kondisi, seperti ketika melakukan prosedur intubasi terhadap pasien Covid-19 yang menghasilkan aerosol.
Karena itu mereka menyarankan pekerja medis mengenakan masker pernapasan N95 dan peralatan pelindung lainnya, serta memastikan ruang perawatan dilengkapi ventilasi yang memadai.
Seorang ahli penyakit menular di University of Minnesota, Michael Osterholm mengatakan, WHO telah lama enggan mengakui penularan influenza melalui jalur udara atau aerosol. Terlepas dari data yang meyakinkan, WHO melihat kontroversi saat ini sebagai bagian dari perdebatan.
“Saya pikir tingkat frustrasi akhirnya meningkat sehubungan dengan peran yang dimainkan oleh transmisi udara pada penyakit seperti influenza dan SARS-CoV-2,” kata Osterholm.
Sementara itu, seorang konsultan penyakit menular di Cambridge University Hospitals, Babak Javid mengatakan, penularan virus melalui udara mungkin saja terjadi. Namun, belum ada bukti maupun penjelasan mengenai berapa lama virus itu akan bertahan di udara.
Jika virus itu dapat bertahan di udara untuk jangka waktu yang lama, bahkan setelah orang yang terinfeksi meninggalkan ruang itu. Maka, hal tersebut dapat memengaruhi tindakan yang diambil petugas kesehatan dan orang lain untuk melindungi diri mereka sendiri.
Seorang ahli epidemiologi di Harvard T.H. Chan School of Public Health, William Hannage mengatakan, laporan yang sedang ditinjau oleh WHO memiliki banyak poin yang masuk akal tentang bukti, bahwa penularan melalui udara dapat terjadi. Laporan tersebut harus ditanggapi dengan serius.
“Jika transmisi melalui udara dimungkinkan tetapi jarang, maka menghilangkannya tidak akan berdampak besar,” ujar Hannage. (der/fin)