AKARTA – Kembali anggaran untuk Pemulihan Ekonomi Nasional bertambah dari Rp677,2 triliun menjadi Rp695,2 triliun. Penambahan tersebut sebesar Rp18 triliun.
Bertambahnya anggaran tersebut diharapkan bisa mengurangi tekanan berat terhadap ekonomi nasional yang sudah terjadi pada kuartal II/2020. Tentunya, semua program penanganan Covid-19 dapat berjalan dengan optimal, baik kerja sama dengan institusi perbankan. Program tersebut dikoordinasikan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
“Keuangan yang kita kelola situasinya bergerak terus, programnya akan terus bergerak.Kita berharap, Covid tidak lagi menjadi outbreak dan pemulihan ekonomi dapat jalan secara bertahap. (Dana tambahan ini) diperlukan agar kuartal III/2020 momentumnya positif dan bisa dijaga hingga kuartal IV/2020,” katanya dalam video daring, kemarin (16/6).
Perihal adanya penambahan anggaran PEN sebesar Rp18 trilun, Rp9 triliun dialokasikan untuk sektoral K/L dan pemda, sehingga dari yang semula Rp97,11 triliun menjadi Rp 106,11 triliun. Kemudian, menaikkan anggaran untuk pembiayaan korporasi sebesar Rp9 triliun, sehingga yang semula hanya Rp44,57 triliun menjadi Rp53,57 triliun.
Sedangkan anggaran untuk penanganan Covid-19 sektor lain tetap, yaitu kesehatan Rp87,55 triliun, perlindungan sosial sebesar Rp203,90 triliun, insentif usaha Rp120,61 triliun, dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Rp123,46 triliun. Adapun alokasi biaya penanganan Covid-19 untuk korporasi yang meningkat ditujukan untuk pemberian kredit modal kerja bagi korporasi.
Bendahara negara ini mengungkapkan, peningkatan biaya penanganan Covid-19 tak seluruhnya bersumber dari APBN, tetapi dalam bentuk penjaminan. “Jadi, memang akan terus kita perbaiki dengan sering komunikasi. Tapi, pintunya melihat kondisi dunia usaha, lembaga keuangan bank dan nonbank,” paparnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Astera Primanto Bhakti menyebutkan, pemerintah juga menaikkan anggaran untuk pemda sebesar Rp4 triliun. Anggaran itu diberikan melalui Badan Layanan Umum (BLU) Kemenkeu, PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI).
Selain itu, lanjut dia, pemerintah juga menaikkan cadangan Dana Alokasi Khusus (DAK) dari yang semula Rp8,7 triliun menjadi Rp9,1 triliun. Kenaikan ini untuk membantu APBD yang tertekan. Sejumlah APBD yang tertekan ini karena pemda melakukan refocusing dan realokasi anggaran untuk penanganan Covid-19. “Sudah ada 537 daerah yang telah realokasi anggaran dengan total Rp71,7 triliun,” ujar Astera.
Terpisah, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Ariyo Irhamna mengkritisi stimulus yang diberikan pemerintah belum tepat sasaran karena porsi distribusi lebih banyak untuk perusahaan ketimbang fasilitas kesehatan yang saat ini dibutuhkan dalam rangka mitigasi corona. “Porsi penanganan Covid-19 masih banyak dialokasikan untuk perusahaan-perusahaan besar. Seharusnya alokasinya lebih banyak untuk meningkatkan kapasitas fasilitas kesehatan,” ujar Ariyo kepada Fajar Indonesia Network (FIN), kemarin (16/6).
Perusahaan besar adalah BUMN dan perusahaan swasta yang terutama penghapusan pajak. Dengan demikian, menurutnya, insentif yang dikucurkan pemerintah kurang efektif untuk mengatasi masalah inti, yakni yakni penyebaran Covid-19. “Jika pemerintah hanya memprioritaskan dampak ekonomi, bukan mengatasi penyebaran covid-19, hal tersebut akan sia-sia. Sebab, covid-19 dapat menjangkit siapa saja, tanpa mengenal kondisi kesehatan, status, dan lainnya,” pungkasnya.(din/fin)