Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memutuskan untuk meneruskan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dengan penyesuaian, yakni dinamakan PSBB masa transisi. Hal itu juga di maksudkan agar aktivitas perenomian kembali berjalan.
Bagaimana tanggapan dari dunia usaha? Apakah hal tersebut mampu untu memicu bangkitnya usaha?
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran menjelaskan bahwa hal tersebut bisa membangkitkan industri. Salah satunya industri hotel.
Apalagi hotel merupakan sektor yang mengandalkan pergerakan orang. Jadi selama ada PSBB normal, roda perekonomian di industri tersebut sulit untuk bergerak.
“Dia kan sangat mengandalkan orang yang bergerak dari satu destinasi ke destinasi lain,” ujar dia kepada JawaPos.com, Jumat (5/6).
Akan tetapi, pemerintah juga diminta untuk kembali mengkaji terkait kebijakan yang mewajibkan setiap orang yang bepergian untuk memiliki dokumen rapid test, temasuk untuk menggunakan jasa penerbangan. Di mana diketahui, untuk tes PCR saja, dapat menghabiskan biaya hingga Rp 2,5 juta, belum lagi biaya tiket.
“Kita mengharapkan pemerintah dapat mencari jalan keluar untuk ini, kalau biayanya (rapid test) masih di bawah Rp 100 ribu, masih oke lah sama traveler untuk berangkat, tapi kalau sudah jutaan sekali berangkat, belum tiket pesawat menjadi penghambat, jadi dibuka pun hotel, karena kalau orangnya ditahan, nggak akan ada bisnis di dalam situ,” terang dia.
Berbeda dengan industri restoran yang lebih fleksibel. Artinya, setiap ada aktivitas yang berada di sekitaran restoran, ekonomi pun akan berjalan dengan sendirinya.
“Kalau restoran itu agak fleksibel, restoran itu tumbuh di mana-mana, baik di mal dan independen, itu karena adanya perkantoran, jadi sekarang di longgarkan, bisnis sudah mulai berjalan, kantor-kantor sudah buka, itu mereka bisa lebih cepat, bukan untuk recovery, tapi untuk bisa bisnisnya berjalan lagi,” jelas dia.