“Debitur seperti inilah yang kemudian mengajukan restrukturisasi, karena begitu pendapatan berkurang, jelas akan kesulitan membayar angsuran KPR,” ujarnya.
Dari segi kinerja sendiri, kata Nixon, BTN masih membukukan kinerja penyaluran kredit yang cukup baik sepanjang kuartal I 2020. Nixon memaparkan, per 31 Maret 2020 penyaluran kredit BTN naik 4,59% dibanding kuartal I 2019.
“Namun, sejak awal April 2020 mulai terlihat penurunan permintaan KPR, terutama untuk KPR non-subsidi. Pasalnya, masyarakat masih menahan diri mengambil KPR di situasi sulit seperti sekarang,” terangnya.
Sementara itu, lanjut Nixon, KPR subsidi dengan segmen Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) masih ada permintaan. Namun, BTN kesulitan memprosesnya karena terkendala dana Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dari pemerintah yang sudah habis.
“Oleh sebab itu, BTN berharap Pemerintah memberikan skema KPR melalui Subsidi Selisih Bunga (SSB). Kami juga masih menunggu stimulus untuk 160.000 unit rumah tambahan agar program KPR bisa berjalan kembali,” tuturnya.
Sementara bank lainnya, yaitu PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) melaporkan telah merestrukturisasi kredit lebih dari 50.000 debitur per 24 April 2020.
“Perseroan memanfaatkan aplikasi digital untuk mempercepat proses restrukturisasi kredit,” kata Wakil Direktur Utama BNI Anggoro Eko Cahyo.
Adapun, dari segi kinerja penyaluran kredit sepanjang kuartal I 2020 BNI mampu menyalurkan sebanyak Rp 545 triliun atau meningkat 11,2 % dibanding periode yang sama tahun lalu.
“Pertumbuhan penyaluran kredit ini diiringi dengan kualitas non performing loan (NPL) yang relatif rendah, yakni 2,4 %. Di saat yang sama, kami juga berhasil menjaga level likuiditas, dengan loan to deposit ratio (LDR) 92,3 %,” pungkasnya.(der/fin)